Sudah 3 hari ini, aku terbaring lemah dirumah sakit. Selang infus menancap dipergelangan tanganku. Badanku demam dan muncul bintik-bintik merah. Menurut dokter, aku terkena demam berdarah. Dokter sudah memberi obat, tapi penyakitku tak kunjung sembuh. Malah, menurut hasil pemeriksaan darah, trombositku makin menurun.
Mama dengan setia menjagaku siang dan malam. Kepalaku dikompres supaya panasnya cepat turun. Aku tahu, mama takut kehilanganku. Ia tidak ingin kehilangan anaknya untuk yang kedua kali.
Ya, setahun yang lalu, mama telah kehilangan anak pertamanya, kak ify, yang meninggal pada usia 14 tahun, juga karena demam berdarah. Kami semua merasa sedih telah kehilangan orang yang kami cintai. Terlebih aku, karena telah kehilangan kakak, sahabat, sekaligus teman bermain. Kami dua bersaudara yang selalu bermain dengan kompak. Kami saling menyayangi dan tidak pernah berkelahi. Kak ify juga selalu menjaga dan memerhatikan aku.
“kakimu dingin, nak!” kata mama ketika memijit kakiku dengan minyak kayu putih. Aku hanya tersenyum dan menahan sakit kepala yang tiba-tiba menyerangku. Kepalaku terasa berputar-putar. Aku tidak bisa bergerak kepalaku langsung terasa pusing.
Tiba-tiba aku merasa tubuhku sangat ringan dan terangkat, aku seperti melayang. Aku heran, kenapa aku bisa melihat tubuhku sendiri yang sedang terbaring lemah? Aku melihat diriku sedang tertidur pulas, disampingku ada mama yang berteriak histeris memanggil-manggil namaku.
“ozy....ozy....! bangun, nak!! Bangun!! Jangan tinggalkan mama!!” teriaknya sambil menangis dan mengguncang-guncang tubuhku. Tapi, aku hanya diam saja. Kulihat papa mencoba menenangkan mamaku. Ia juga menangis, tapi tetap berusaha untuk tabah. Kakekku mendekat dan memeluk mamaku.
“ozy telah pergi...! kita harus merelakannya....,” kata kakek mencoba menghibur mamaku. Tapi, mamaku belum bisa menerima kenyataan itu. Ia tetap menangis.
“ya, tuhan....kenapa kau ambil semua anakku?” tanyanya lirih. Mama tampak sudah kehabisan tenaga, tubuhnya lemas....
Ingin sekali aku memeluk dan menghiburnya. Aku ingin berkata kalau aku baik-baik saja dan sekarang sedang berdiri didepan mama. Tapi, aku tidak bisa berkata apa-apa, mulutku seperti tertutup rapat. Aku juga tidak bisa memeluknya. Seolah ada dinding kaca yang memisahkan kami berdua.
Aku lalu merasakan tubuhku mulai terangkat dan melayang keatas awan. Aku sampai pada sebuah tempat yang sepi. Disana aku seperti berada disebuah padang rumput yang hijau dan luas, dengan langit yang biru bersih. Suasananya sangat indah, sejuk, dan tenang. Aku bisa merasakkan kedamaian dalam hati.
Tiba-tiba, ada sebuah cahaya terang yang sangat menyilaukan mata.
“ayo....kemari, nak! Tinggallah disini! Tempat ini sangat indah dan penuh kedamaian,” ada suara yang terdengar ditelingaku. Aku begitu kaget karena aku tidak mengetahui darimana suara itu berasal.
“aku tidak mau! Aku masih ingin bersama mamaku,” kataku menolak. Tiba-tiba tubuhku terangkat lagi dan sampai ditempat lain. Suasananya berubah, langit tampak putih bersih. Tapi, aku masih bisa merasakan adanya kedamaian. Aku melihat kak ify datang menghampiriku.
“ozy....adikku, apa kabar?aku rindu padamu, sayang,” katanya sambil tersenyum. Senyum khas yang tak pernah kulihat lagi selama setahun ini. Kami lalu berpelukan.
“kak ify....aku juga rindu kakak. Tetapi, aku kasihan sama mama dan papa, siapa nanti yang akan menemani mereka, siapa yang kelak akan menjaga mereka. Mereka akan kesepian, kak,” kataku lirih.
Pertemuanku dengan kak ify teramat singkat. Belum puas aku melepas rindu pada kak ify, tiba-tiba tubuhku seperti tertarik kebawah, kembali ketempat semula.
“ozy....apakah kamu ingin tinggal disini?” seperti tadi, ada suara yang terdengar ditelingaku.
“maaf....aku sangat mencintai mama dan papaku. Aku ingin kembali dan membahagiakan mereka. Aku ingin membalas budi baik mereka. Kasihan mereka, apalagi kakakku tercinta telah pergi meninggalkannya,” kataku tetap pada pendirian semula.
“baiklah....ozy, kalau memang itu sudah niatmu. Kamu benar-benar anak yang baik. Wujudkanlah niatmu itu untuk membahagiakan kedua orang tuamu,” kata suara itu lagi.
Tiba-tiba, aku merasamelayang-layang dan kembali masuk kedalam tubuhku yang sedang tertidur. Kubuka mataku. Aku merasa seperti habis tidur panjang dengan mimpi indah. Kulihat sekelilingku, ada mama, papa, dan kakek sedang duduk disekitar tempat tidurku. Mereka tampak sedang khusyuk berdo’a.
“mama.....kenapa nangis?” tanyaku keheranan. Mamaku terpengarah melihat aku bangun, begitu juga dengan papa dan kakek. Mereka seakan tidak percaya melihat aku bisa bangun dari tidur.
“ozy....!! ka....kamu telah sadar, nak! Kamu telah kembali!” teriak mama langsung menubruk dan memelukku dengan erat, diikuti papa dengan tangis yang lepas. Sementara kakek mengusap dan mencium keningku, dari kedua matanya keluar air membasahi pipinya yang mulai keriput.
“oh, tuhan! Terima kasih, kau telah mengembalikan anak kami!” mamaku menangis terharu sambil memanjatkan syukur yang diikuti papa dan kakek.
Ya....sekarang aku telah sembuh. Aku kemudian diberi tahu mamaku, kalau semula aku telah dianggap meninggal karena napasku sempat berhenti selama 10 menit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar