Selasa, 08 Februari 2011

Dimas Dan Kekuatan Angin



                Jendela kamar kak iwan tiba tiba terbuka. Angin dingin menyerbu cepat, lalu menerbangkan tumpukan kertas di mejanya. Kak iwan bangkit dari duduknya sambil memandangi kertas yang bertebaran dimana mana.
                Aku pura pura tidak tahu, dan tetap asyik main game puzzle dikomputernya. Pelan pelan kak iwan mendekati jendela, lalu melongokkan kepalanya keluar. Aku menatap jendela kemudian meniup pelan. Kak iwan langsung mundur begitu angin kencang menerpa dirinya.
                “wah, ada yang nggak beres malam ini!” katanya sedikit panik
                “ini, kan malam jumat kliwon, kak!” balasku asal
                Ia menatapku penuh tanya, “jumat kliwon? Memangnya kenapa, kalau sekarang malam jumat kliwon?”
                “yah, semua orang juga tahu, kalau malam jumat kliwon itu angker! Siapa tahu, itu tadi kerjaan hantu, kak. Hiiii....”
                “ngaco kamu! Hari gini, ada hantu? Gangguin aku lagi, apa kata dunia?!” balas kak iwan penuh gaya, dengan ekspresi yang sok percaya diri.
                Kak ify kemudian memunguti kertas yang berserakan. Aku meniup angin kearah kertas kertas itu. Kak iwan kaget bukan kepalang menyaksikan kertas kertas itu tiba tiba melayang disekitarnya. Ia terduduk lemas menyandar pada tempat tidurnya.
                “ka...kamu benar, dim! Dikamar ini ada hantu....” katanya gemetar.
                “ngaco deh! Hari gini, ada hantu? Gangguin lagi, apa kata dunia!” kataku mengulang ucapan kak iwan tadi dengan tujuan meledek.
                “dim, jangan gitu dong! Kamu lihat, kan, kertas kertasku melayang sendiri,” katanya masih ketakutan.
                Aku menggeleng, kemudian melenggang ke luar kamar dengan gaya sesantai mungkin.
                Ah, sejak aku memiliki kekuaatan mengendalikan angin pemberian avatar, aku bisa melakukan semua impianku. Tadi disekolah, aku belum siap ulangan matematika, maka aku gunakan kekuatanku untuk menerbangkan kertas ulangan. Tiap kali dibagikan, kertas ulangan itu  terbang lagi, begitu terus sampai waktu habis.
                Terus dengan kekuatan itu, aku juga pernah menakut nakuti edgar dan teman temannya yang terkenal nakal dan suka  bikin ribut. Yah, sama seperti  ketika aku ngerjain kak iwan tadi, mereka semua lari sambil berteriak, “HANTU....HANTUUU!” hihihi....aku puas sekali melihat mereka ketakutan.
                “dim, kamu kesurupan, ya? Kok, senyum senyum sendiri,” sapa kak iwan
                “ih, kakak! Ngapain, sih, kesini?” tanyaku
                “aku tidur dikamarmu, ya!” pinta kak iwan
                Tanpa banyak bicara, aku langsung mendorong kak iwan keluar dari kamarku. Ah, kalau mengingat kembali hari hariku yang lalu dengan kekuatanku, aku merasa bahagia sekali!
                Sudah seminggu ini, aku semakin dekat dengan afifah. Awalnya, sih, aku menerbangkan bukunya tanpa ia ketahui, lalu aku memungutinya dan mengembalikan padanya. Dan tadi...hehehe...aku membuat angin bertiup kencang dilapangan sekolah sehingga daun daun berguguran. Nah, saat afifah sedang sibuk menghindari dedaunan itu, aku mendekat, lalu kami pun saling bertubrukan....duh, aku masih deg degan, nih!
                “dimas...!”
                Aku terperanjat, buyar dalam lamunan indahku bersama afifah tadi.
                “eh, aam! Ada apa?” tanyaku sopan.
                “aku akan kembali mengambil kekuatan yang telah kuberikan padamu,” jawabnya dingin.
                Belum sempat aku bertanya, dia telah menghilang begitu saja. Saat tirai jendela yang kutiup tidak bergerak, aku sadar kekuatanku telah hilan. Berarti dia benar benar mengambilnya kembali dariku. Tetapi mengapa?
                Awalnya aku bertemu dengan aam didunia maya, saat aku chatting. Nick namenya adalah amatar. Kupikir nick name itu lucu, maka kuajak dia ngobrol. Kemudian kami janjian ketemu. Tahu tahu, sedetik kemudian dia telah berdiri dihadapanku. Dialah aam, sang amatar, jagoan dari sebuah legenda cina yang sangat terkenal itu.
                Ketika itu, aku mengira sedang bermimpi bertemu dengannya, karena saking sering membaca bukunya. Ternyata, semua itu nyata. Aang berdiri dihadapanku, lalu memberiku sebuah kenangan berupa kekuatan mengendalikan angin.
                Hiks....kini semua itu telah berlalu. Sekarang, aku tak bisa apa apa lagi. Sepanjang hari disekolah, aku hanya diam saja. Kupandangi bu tin, penjual bakso dikantin yang sibuk mengipasi dirinya karena udara yang panas. Pak dipo juga tampak kewalahan mengipasi arang untuk memanggang roti pesanan teman teman
                Tiba tiba aku merasa menyesal, karena selama inni tidak menggunakan kekuatanku mengendalikan angin untuk hal hal yang menguntungkan bagi orang lain. Aku terlalu egois, hanya ingin menyenangkan diri sendiri. Aku justru menggunakan kekuatan pemberian amatar itu untuk balas dendam, mengerjai orang lain, bahkan untuk mengambil hati afifah.
                “dimas! Kok melamun? Ada yang bisa kubantu?”
                “eh, afifah!a....aku hanya sedang berpikir, andai aku bisa mengendalikan angin, akan kubantu bu tin dan pak dipo yang sedang sibuk mengipas itu,” balasku.
                “Tanpa harus memiliki kekuatan seperti itu, kamu juga bisa, kok, membantu. Ambil alih saja kerjaan pak dipo mengipasi arang. Beres, kan?” kata afifah sambil tersenyum.
                Wah, benar juga, ya. Akhirnya, aku pun bangkit membantu pak dipo mengipasi arang agar tetap membara, sehingga pesanan roti bakar dari teman teman cepat tersaji. Di ujung lain, tampak afifah sedang mengipasi bu tin yang sibuk menyiapkan bakso untuknya. Kami pun saling pandang dan sama sama tersenyum. Ah, bahagianya.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar