Acha menulis buku hariannya dengan perasaan sedih dan kesal. Bagaimana tidak, gengnya yang beranggotakan acha, oik, keke, dan olivia sedang menyembunyikan suatu rahasia yang hanya boleh diketahui oleh mereka, kecuali acha.
“apakah mereka ingin mengucilkanku, ya?” batin acha terus bertanya tanya. “padahal, selama ini aku selalu berbuat yang terbaik bagi mereka.”
Esoknya, acha berangkat ke sekolah dengan lesu. Pelajaran pelajaran pun diikutinya dengan malas. Pikirannya terus tertuju pada rahasia yang disembunyikan teman teman segengnya. Tak terasa , bel istirahat telah berbunyi. Acha memberanikan diri untuk menanyakan rahasia itu kepada oik, yang kebetulan sedang membaca sendirian dikelas.
“ik, yang kemaren itu rahasia apaan sich? Aku boleh tahu, nggak?” tanya acha dengan nada memelas.
“mmm...maaf cha, kayaknya aku belum bisa memberitahu kamu sekarang deh. Mendingan kamu tanya langsung saja sama keke, soalnya dia sumber rahasianya,” jawab oik dengan nada menyesal.
“oh, begitu...ya sudah, deh!” acha kembali ketempat duduknya dengan lesu.
Sore itu, acha merasa sangat kesal. Penyebabnya, smsnya kepada keke yang berisi pertanyaan tentang rahasia tersebut tak kunjung dibalas. “ah, sudahlah...mungkin keke sedang sibuk,” acha mencoba menghibur dirinya yang sedang kecewa berat.
Keesokan harinya lagi disekolah, acha masih memendam rasa kesal kepada sahabat sahabatnya itu. Tidak seperti biasanya, kali ini acha sama sekali tidak menyapa mereka.
Acha pun sudah membulatkan tekad untuk menanyakan rahasia tersebut langsung kepada keke. Saat istirahat, acha segera menghampiri keke, olivia, dan oik yang kebetulan sedang duduk berdekatan.
“ke, sebenarnya kamu dan teman teman ada apa, sih, sama aku? Kok, sepertinya kalian sedang menutup nutupi sesuatu yang tidak boleh aku ketahui. Aku bingung, sebenarnya aku ini masih diakui sebagai sahabat kalian nggak, sih? Tanya acha pada keke.
“aduh, maaf cha, kayaknya aku belum bisa, deh...” sesal keke
“kenapa yang lain boleh tahu, sedangkan aku nggak boleh? Potong acha dengan nada meninggi. Kalau kalian memang sudah nggak percaya dan nggak suka lagi sama aku... ya oke, nggak apa apa, kok!” tambah acha sambil menahan emosinya. Tingkat kemarahan acha sudah hampir mencapai puncak, tetapi terus ditahannya untuk menghindari pertengkaran.
“bukan begitu, cha. Soalnya kalau kamu tahu, mungkin kamu malah akan tersinggung dan marah. Aku nggak mau persahabatan kita putus,” keke membela diri.
“sebenarnya, apa sih, masalahnya, sehingga kalian terus menutup nutupi dariku bahkan sampai tega mengucilkan au?” bentak acha sambil berlari meninggalkan mereka.
Emosi acha sudah tidak terbendung lagi. Ia sudah terlanjur kecewa dengan sahabat sahabatnya itu. Ia merasa di khianati, dikucilkan, dan tak peduli lagi oleh mereka.
Sesampainya dirumah, acha menangis sejadi jadinya dikamarnya. Ia sedih sekali karena persahabatannya kini telah putus. Padahal, selama ini ia tidak pernah menyembunyikan satu rahasia pun dengan mereka. Ia selalu terbuka dan merasa bahagia bila bersama sahabat sahabatnya itu.
Sejak itu, acha tak pernah memedulikan mereka lagi. Ia juga tak pernah kekantin bersama mereka lagi seperti dulu. Bahkan, sms permintaan maaf dari mereka pun tak dibalasnya, sehingga mereka semakin merasa bersalah.
Suatu siang sepulang sekolah, keke, olivia, dan oik menghampiri acha yang sedang membereskan buku bukunya. Awalnya acha tetap cuek melihat kedatangan mereka.
“cha, kami mau minta maaf sama kamu,” sapa olivia pelan
“iya cha, kami berharap kita bisa bersahabat lagi seperti dulu. Kamu mau, kan, memaafkan kami?” tambah oik.
“oke, nggak masalah. Tapi, apakah kalian juga mau terbuka, nggak main rahasia rahasiaan lagi. Bukankah kita sudah sepakat untuk saling terbuka?” jawab acha angkuh.
“baik cha, kami mau terbuka. Tapi janji ya, kamu tidak tersinggung atau marah,” kata oik membuka pembicaraan. “soalnya begini...kami bertiga rencananya mau ikut lomba foto bertema persahabatan. Sebenarnya kami juga ingin mengajak kamu. Tapi sayang, dalam persyaratan lomba, pesertanya maksimal tiga orang, sehingga terpaksa kami nggak mengajak kamu. Nah, agar kamu tidak merasa tersinggung, kami merahasiakannya. Sekali lagi, kami minta maaf, cha. Kamu mau kan memaafkan kami dan kita bersahabat lagi seperti dulu. Lagi pula, rencana ikut lomba foto itu kami batalkan, demi keutuhan persahabatan kita,” jelas oik panjang lebar
Mendengar penuturan oik, hati acha mulai lega. Bahkan, ia jadi merasa bersalah karena telah membenci sahabat sahabatnya itu. Kini ia sadar bahwa mereka sebenarnya sangat peduli dan menyayangi. Mereka terpaksa melakukan itu karena tidak mau melihat dirinya kecewa dan tersinggung.
“oooo....jadi itu masalahnya. Kenapa nggak terbuka dari awal? Nggak apa apa, kok, aku nggak akan marah. Sekarang ayo, jangan batalkan rencana kalian ikut lomba foto itu. Sungguh, aku ikut senang mendengarnya. Aku mendukung dan siap membantu mewujudkan rencana kalian itu. Kebetulan, aku punya om seorang fotografer. Aku bisa minta tolong padanya. Sesama sahabat harus saling membantu bukan?” balas acha dengan wajah berseri seri.
“jadi...kamu mau membantu kami?” tanya mereka penasaran, karena diluar dugaan ternyata acha tidak marah dan bahkan mau membantunya.
“ya iyalah!” jawab acha santai
“cha, terima kasih, ya. Kamu benar benar sahabat yang baik,” ucap mereka serempak sambil memeluk acha. Pipi mereka pun tambah basah oleh air mata.
“eits...tunggu! kita harus berjanji dulu bahwa itu adalah rahasia terakhir dalam geng kita. Sebagai sahabat, kan, harus saling terbuka agar setiap masalah dapat kita selesaikan dengan baik,” pesan acha
“iya cha, janji!” ucap mereka sambil saling menumpangkan tangan, lalu serempak berseru,”We Are Friends Forever!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar