Jumat, 04 Februari 2011

Pilihan Ray



                Huh, aku benar-benar bingung. Tim basket sekolahku akan menghadapi turnamen antar sekolah bulan depan. Lalu, kak gabriel, kapten tim, mengundurkan diri karena dia mau ujian. Sebenarnya aku ingin sekali menjadi kapten tim, menggantikan kak gabriel. Tetapi... apakah mungkin, karena aku kadang tidak ikut latihan. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan kegiatan renang yang kadang bertabrakan dengan jadwal latihan basket.
                Sejujurnya, aku sendiri tidak begitu tertarik pada renang. Namun, untuk membuat papa senang, aku terpaksa menuruti kehendaknya, rajin berlatih dan mengikuti berbagai lomba renang.
                Hari sabtu pagi, seperti biasa, aku berlatih renang dengan keras. Papa memang kelewat bersemangat mengajariku. Maklum, dulu papa adalah juara renang. Ia pernah beberapa kali mengantongi mendali perak dan emas dalam pekan olahraga nasional.
                Duh, gawat! Biasanya latihan renang ini sampai menjelang sore. Padahal, sore nanti ada pertemuan tim basket yang dilanjutkan dengan latihan. Nah, agar latihan renangnya bisa cepat selesai, aku menjalaninya dengan serius dan penuh konsentrasi. Papa gembira dengan hasil latihan hari ini, sehingga aku pun diperbolehkan pulang lebih awal dari biasanya.
                Sampai lapangan basket sekolah, pertemuan baru dimulai. Pak duta, guru olahraga yang menjadi pelatih tim, mengajak kami untuk memilih pengganti kak gabriel. Jantungku berdegup kencang. Dalam hati aku berharap teman-teman akan memilih diriku. Dan benar, mereka sepakat memilih diriku sebagai kapten tim.
                “bagus! Dengan semangat dan kekompakan kalian, bapak yakin tim basket sekolah kita akan menjadi juara dalam turnamen bulan depan,” kata pak duta memberi semangat.
                “bagus, ray! Kemajuanmu pesat sekali. Kamu benar-benar berbakat,” kata papa memuji saat latihan hari sabtu, seminggu kemudian. “papa jadi semakin yakin, dalam kejuaraan renang bulan depan, pasti kamu yang akan membawa pulang pialanya,” tambahnya. Aku tersenyum semanis mungkin.
                Ups, aku baru ingat! Turnamen basket bulan depan diadakan hanya beberapa jam sebelum kejuaraan renang. Waduh, matilah aku!
                “begini saja, kau ikut turnamen dulu. Setelah itu, kau buru-buru ketempat kejuaraan renang,” usul deva ketika kusampaikan masalahku ini.
                “aku pikir juga begitu, dev. Tapi, aku masih ragu, apakah mungkin...”kataku.
                Ozy menimpali,”kurasa usulan deva benar. Tidak ada pilihan lain, ray! Kecuali kau korbankan salah satu, renang atau basket.”
                Aku termenung sesaat, sebelum akhirnya aku mengangguk dengan mantap.
                Akhirnya, tiba juga hari yang sebenarnya tak ingin kujalani. Aku bangun dan sarapan seperti biasanya. Namun, hari ini menu sarapanku bertambah, yaitu ceramah dari papa dan mama yang isinya nasihat agar aku bisa jadi juara renang, seperti papa dulu! Aku terus mengiyakan kata-kata mereka. Padahal, pikiranku melayang entah kemana.
                “pa, ma, ray mau ketempat turnamen basket dulu ya, sama ozy dan deva. Ray mau melihat teman-teman yang bertanding untuk memberi semangat. Sekalian untuk menghilangkan perasaan tegang ray. Nanti dari sana ray langsung ke gelanggang renang. Tempatnya kan, ersebrangan. Paling juga sepuluh menit sampai. Ray pasti datang sebelum dimulai,” dengan sederet alasan itu, papa dan mama pun mengizinkan aku pergi.
                Kami tiba ditempat turnamen basket tepat pada waktunya. Setelah melakukan pemanasan secukupnya, pertandingan pun dimulai. Jantungku dag dig dug seperti mau copot, karena ini pengalaman pertamaku sebagai kapten!
                Meski tim lawan cukup tangguh, pada babak pertama kami berhasil unggul dengan skor 15 – 13. Namun, diluar dugaan, pada babak kedua tim lawan berhasil mengejar hingga menyamai kedudukan 25 – 25.
                Pada menit-menit terakhir, aku berhasil memasukkan bola beberapa kali, sehingga menambah angka menjadi 32 – 30. Kami unggul dengan selisih angka yang sangat tipis. Suporter dari sekolah kami terus bersorak, sehingga membuat kami makin bersemangat. Lima detik kemudian, terdengar peluit tandwaktu pertandingan telah usai. Tim kami keluar sebagai juara!
                Aku melihat kearah jam dinding yang ada digedung basket ini. Astaga! Kejuaraan renang sebentar agi dimulai. aku Memberi kode pada ozy, yang dibalas anggukan mengerti. Aku langsung menyambar tasku dan berlari keluar gedung.
                Aku berlari-lari kecil kejalan. Dari gedung basket ini ke gelanggang renang yang ada disebrang, hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki.
                Saat hendak menyebrang, tasku terjatuh sehingga semua isinya berserakan dijalan. Aku buru-buru memungutinya. Sambil memasuki barang-barangku kedalam tas, aku terus melangkah kesebrang. Tiba-tiba, dari arah kananku, sebuah mobil hitam meluncur. Aku menoleh dan mencoba untuk mundur, tapi terlambat.... aku hanya mendengar bunyi yang sangat keras dan selanjutnya gelap gulita....
                Lalu, saat kulihat sinar terang, aku mencium aroma obat. Kulihat ada selang infus dilenganku. Apa yang terjadi pada diriku?
                Aku mencoba bangun dari tempat tidur, tapi kakiku nyeri sekali. Aku menyentuh kepalaku yang terasa amat berat dan sakit. Astaga...kurasakan balutan kain kasa. Aku pun sontak berteriak....
                Pintu terbuka dan kulihat papa bergegas mendekatiku.
                “kamu sudah bangun, ray? Apa yang kamu rasakan sekarang?” suara papa terdengar gemetar dan serta merta ia memelukku. Ia menceritakan apa yang terjadi pada diriku. Saat aku melepaskan pelukannya, kulihat ada air mengalir dari matanya yang sembab.
                “ray sayang, papa minta maaf, ya. Gara-gara papa, kamu jadi begini,” suara papa lemah sekali.
                “ray yang salah, pa. Ray telah berbohong kepada papa, sehingga ray jadi begini. Coba kalau ray tidak mengikuti turnamen basket, pasti tidak akan begini, kan, pa?” kataku lirih sambil meringis menahan sakit.
                “ray jangan bilang bbegitu. Papa bangga kok, ray jadi juara basket. Justru papa yang salah, karena selama ini terlalu memaksakan kemauan papa kepadamu. Papa sampai tidak tahu kalau kamu adalah kapten tim basket. Harusnya papa mengerti, bukan malah menuntut ray harus menjadi perenang seperti yang papa kehendaki. Papa benar-benar menyesal, sayang,” papa menggenggam tanganku dengan lembut.
                Tanpa terasa, air mata sudah membasahi kedua pipiku.
                “papa benar-benar bangga kepadamu, karena ternyata kamu sudah pandai memutuskan dan memilih jalan yang terbaik buat dirimu sendiri,” ujar papa sambil mencoba tersenyum diantara tangisnya yang tertahan.
                “terima kasih, pa. Ray juga bangga dan sayang sama papa. Ray tidak ingin membuat papa sedih dan kecewa....” sekali lagi aku memeluk papa sambil menangis sesenggukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar