“hei, udah lama nunggu?”
Ozy tersentak. Dihadapannya, oik tengah menatapnya dengan tersenyum. “nggak juga. Aku baru sampai kok”
“udah pesan belum?’
“udah,” angguk ozy. “jus alpukat, dua. Yang satu jangan pake mocca. Cuma coklat. Betul, kan?”
“yup! Betul sekali.” Oik tertawa. “mestinya kamu tambahkan juga. Jangan pake lama”
“kalau permintaan itu, kayaknya nggak mungkin dipenuhi, deh” ozy tersenyum. Pandangannya mendengar ke sekelilinganya. “lihat saja, kantin ramai gini. Mana mungkin bisa cepat dilayani?”
“oya, acha masih suka menghubungi kamu?” dengan mendadak oik mengalihkan obrolan. Nadanya ringan saja, tapi ada keseriusan yang bisa ozy rasakan di suara cewek itu.
“nggak, kenapa?”
“ya, baguslah”
“maksudmu?” ozy menatap curiga. “lagian, kenapa sih kamu suka banget menanyakan soal hubunganku sama acha? Aku kan sudah pernah bilang, sejakaku putu sama acha, aku nggak pernah membiarkan lagi dia dekat sama aku”
“sori, bukan maksud aku bikin kamu kesal. Aku Cuma takut dia menyakiti kamu lagi. Boleh dong, kalo aku kuatirin kamu?” oik menatap. Senyum khasnya menebar memesona. Dan alis matanya naik turun menggoda ozy.
Jantung ozy tiba tiba berdebar aneh. Dan mendadak saja ingatannya terkuak lebar. Satu nama muncul begitu saja dibenak ozy. Dokter rina!
Ya, selama initernyata oik sudah mengingatkan ozy pada sosok dokter rina! Dokter cantik yang ia kagumi diam diam itu, nyatanya punya kemiripan dengan cewek yang saat ini tengah duduk didepan ozy. Tak salah lagi, oik memang punya kesamaan dengan dokter rina. Satu kenyataan yang aneh
“halo...kamu masih disna?” dengan gaya kocak, oik melambaikan tangannya didepan wajah ozy. “kok jadi bengong begitu?”
“sori, barusan aku mengingat hal lain,” aku ozy jujur. “sebetulnya aku juga heran aja dengar omongan kamu. Kenapa kamu bisa kuatir gitu sama aku?”
“nggak usah heran. Aku memang selalu kuatir dan cemas, kalau kalau kamu sedih atau sakit. Apalagi sejak kamu putus sama acha”
Ozy diam menunggu
“mungkin kamu nggak bakal percaya” ada kesungguhan disuara oik saat melanjutkan ucapannya lagi. “karena sebetulnya aku suka kamu, zy. Aku mau kamu jadi pacar aku”
“apa?” kontan mata ozy membola. “kita baru saja kenal, ik? Secepat ini? Lagian masa sich cewek duluan yang nembak?”
“memangnya kenapa kalau cewek duluan yang nembak ada larangannya? Ya, mungkin buat kamu terlalu cepat tapi buat aku....” oik terdiam sejenak. Matanya menatap wajah ozy yang masih berlumur tanya. “udah terlalu lama aku menyimpan rasa ini sendirian. Aku harus membaginya dengan kamu, zy. Udah lama aku menyukai kamu. Sejak kamu masuk kesekolah ini, dan aku jadi seniormu, aku selalu memperhatikan kamu. Tapi aku tahu diri, setelah aku kenal acha diklub renang, dan ternyata kamu cowoknya dia. Aku berusaha menerima kekalahanku”
Ozy masih kehilangan kata kata. Rasanya saat itu sang waktu berhenti berputar. Dan disekelilingnya hanya ada kesunyian yang menghanyutkan.
“kamu nggak perlu menjawabnya sekarang. Apa pun jawabanmu nanti, aku terima. Seperti ketemu tadi, ini terlalu cepat buatmu. Nggak apa, aku ngerti kok.
Ozy tersenyum. “thanks ya, ik....”
“sekarang ini aku udah cukup senang, kamu udah mau mengenalku. At least, sekarang ini aku bisa selalu pulang bareng kamu” ujar oik sederhana
Ozy tak tahu lagi harus omong apa. Yang jelas dirasakannya sekarang ini, pikirannya awut awutan mu\irip lilitan kabel yang baru terbakar. Sementara didadanya terasa ada benda yang bernama jantung, yang saat ini berdebar kuat, melebihi batas normal. Ah, apa arti semua ini?
Didorong rasa penasarang, akhirnya disuatu kesempatan ozy keceplosan omong soal kemiripan oik dengan dokter rini.
“ik, kalau aku lihat kamu, mengingatkan aku sama seseorang, lho.....”
“siapa?” tanya oik tertarik
“ah, percuma aku sebutin. Paling juga kamu nggak kenal” tukas ozy yakin
“pasti aku ini mirip model, kan?” oik senyum senyum jahil
Ozy tertawa. “kamu tuh mirip dokter yang pernah ngobatin aku”
“oh, itu...” senyum oik makin lebar. “pasti dokter itu namanya oik cahrini ramadlani, kan?”
“lho, kok kamu tahu?” tanya ozy keheranan. “memang kamu kenal sama dokter rini? Pernah berobat juga ke dia?”
“nggak pernah. Tapi memang aku kenal dia,” sahut oik tanpa melepas senyumnya. “dirumahnya, dia itu dipanggil lani, bukan rini”
Ozy makin bengong. “kok kamu bisa tahu banyak tentang dia?”
“karena dia kakakku!” kali ini oik tak bisa lagi menahan tawanya. “dengar ya....namaku, oik cahya ramadlani, dan aku biasa dipanggil oik. Sedangkan nama kakakku, oik cahrini ramadlani. Tapi ditempat praktek, dia lebih dikenal sebagai dokter rini. Tepatnya, dokter rini yang cantik. Kak agus, suaminya dia tuh, sering cemburu lho! Kak rini itu ngetop banget dikalangan pasien pasien cowok....hahaha” oik terbahak penuh kemenangan
“eh, kamu nggak usah patah hati gitu dong, zy. Ada adiknya nih yang masih jomblo. Aku juga nggak kalah cantiknya dibanding dia?” imbuh oik disela tawanya.
Ternyata ray betul. Dokter rini sudah punya suami. Wajah ozy memerah. Ozy betul betul speechless. Bukan karena patah hati, tapi karena dampak kalimat oik yang terakhir itu, yang tiba tiba membuat debar hebat didadanya. Sampai sampai ia kehilangan kata kata.
Pantas saja oik begitu mirip dengan dokter rini. Ternyata mereka memang bersaudara. Ah, ah....dunia kok jadi terasa sempit, ya?
Desember sudah benar benar datang. Bulan yang hampir selalu basah ditemani hujan. Namu ozy tak lagi membenci kehadirannya. Mungkin karena sekarang ada sosok oik? Atau barangkali karena memang sekarang ozy sudah bisa menerima arti kehilangan, yang merupakan bagian dari sebuah perubahan.
Ternyata oik benar. Ia pernah bilang, meski terkadang perubahan itu tidak selalu membawa kebahagiaan, tapi kalau kita bisa menerimanya dengan ikhlas, pasti perubahan apapun yang datang tak akan terlalu sulit untuk dijalani.
Mungkin di desember ini merupakan sebuah langkah awal untuk ozy. Ia berjanji, mulai sekarang tak akan lagi membenci kehadirannya. Mungkin suatu saat, didingin dan basahnya desember, justru ia akan menemui sebuah lengkung pelangi yang membawa ceria dan kehangatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar