Jumat, 04 Februari 2011

Pelajaran Dari Mama




“mbak....baju oik yang warna pink manaa....?” teriakan oik menggema. Mbak atin segera datang. “yang warna pink kan dicuci, neng!”
                “lho, kok dicuci? Oik mau pakai baju itu kepesta ultah keke nanti sore!” kata oik dengan nada kesal.
                “kan, kemarin neng oik yang menyuruh mbak atin mencucinya!”
                Oik diam, lalu buru-buru mengganti bajunya dengan gaun ungu. Dia baru ingat, kemarin dia memang menyuruh mbak atin mencuci baju warna pinknya.
                Oik keluar kamar meninggalkan kekacauan yang dibuatnya. “tolong, nanti bereskan lagi ya, mbak!” pintanya santai. Mbak atin mendesah sambil geleng kepala melihat baju-baju yang berserakan dimana-mana.
                Oik sebenarnya anak yang cantik dan cerdas. Dia juga menjadi juara pidato disekolah. Sayangnya, dirumah dia suka seenak sendiri. Kamarnya selalu berantakan dan dia punya kebiasaan gonta-ganti baju sesukanya.
                Berkali-kali mamanya menegur anak semata wayangnya itu. “ oik, bereskan sendiri dong, kamarnya!” begitu selalu pinta mamanya.
                Namun, percuma. Kata-kata mamanya itu Cuma masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan. Oik selalu mengulangi kebiasaan buruknya itu.
                Saat oik sedang membungkus kado diruang tengah, mamanya keluar dari kamar. Badan mamanya terbalut sweater tebal.
                “mama sudah bangun? Kata mbak atin, mama lagi nggak enak badan?” tanya oiik penuh perhatian.
                Mamanya menggangguk pelan. “tadi mama mendengar kamu ribut sama mbak atin. Urusan baju lagi?” tanya mamanya pelan.
                Oik Cuma nyengir, lalu buru-buru pamitan. “ma, oik pergi dulu ya, nanti acha ngambek,” ucap oik sambil mencium tangan mamanya.
                “hati-hati, ya! Salam buat mamanya acha,” pesan mamanya. Rumah oik dan acha masih satu komplek. Mereka akan berangkat ke acara ultah keke diantar mama acha.
                Sepulang sekolah, wajah oik berseri-seri. Maklum, tadi pas istirahat akhirnya dia bisa ngobrol dengan obiet, anak paling cakep dikelas sebelah.    
                Seperti biasa, setiap pulang sekolah, oik berteriak memanggil mbak atin. “mbaak! Mbaak atiiin!” teriaknya. “duh, kemana sih, mbak atin? Ah, pasti lagi keasyikan memasak sambil mendengarkan radio dangdut!” ucap oik sambil melangkah kedapur.
                “ma....mamaa!” teriak oik setelah dia tidak menemukan mbak atin.
                Mamanya keluar dari kamar dengan wajah lesu.
                “lho, mama kok sepertinya lemas sekali?” tanya oik sambil mencium  tangan dan pipi mamanya.
                “kepala mama masih pusing,” sahut mamanya, lalu merebahkan badannya disofa ruang tengah.
                Setelah meneguk segelas air, oik beranjak kekamar.
                “ya ampun! Mbak atin kerja apa saja seharian ini? Kok, kamar dan lemariku masih berantakan begini, sih!” teriak oik begitu membuka pintu kamarnya.
                Mamanya meringis mendengar teriakan anak tersayangnya itu.
                Oik keluar kamar dengan wajah cemberut. Kepalanya pusing melihat kamar dan lemarinya berantakan. Tadi pagi, dia memang membongkar seisi kamar karena mencari buku perpustakaan yang terselip. Dan sebelum berangkat, oik sudah berpesan kepada mbak atin untuk membereskan kamarnya. Eh...pulang sekolah ternyata keadaannya masih sama, berantakan!
                “tadi siang, mbak atin minta izin pulang kampung. Ia mendapat kabar kalau adiknya akan menikah . ya sudah, mama menyuruhnya buru-buru pulang supaya tidak kemalaman. Ia tidak sempat membereskan rumah,” jelas mamanya sambil memijit-mijit pelipisnya sendiri.
                “jadi, oik mesti membereskan kamar sendiri, ma? Oik capek sekali!” keluhnya.
                “mbak atin juga tidak sempat mencuci baju,” ucap mamanya.
                “haa....? berarti seragam oik juga belum dicuci? Terus, besok-besok oik kesekolah pakai apa, ma?” tanya oik nyaris nangis.
                Oik membayangkan, membereskan kamar saja sudah bikin capek, ditambah lagi mencuci dan membereskan rumah. Padahal, nanti sore dia juga akan main ke rumah acha. Wah, bisa-bisa batal rencananya!
                “kamu cuci sendiri ya, sayang. Mama masih lemas, nggak kuat. Tapi, jangan pakai mesin cuci, karena nanti seragammu rusak,” sahut mamanya pelan. “sekarang, kamu makan dulu sana, tadi nenek membawakan semur daging kesukaanmu. Lumayan, untuk menambah tenaga,” tambah mamanya sedikit bercanda.
                Oik tidak tertawa. Dia masih kesal sama mbak atin yang telah merusak rencananya.
                Habis makan siang, oik membereskan kamar. Saat baru mau istirahat, mamanya menunjukkan seragam dan kaus kaki untuk dicuci. Tidak banyak, hanyadua pasang baju dan rok. Lalu, mamanya mengajaknya kebelakang, ketempat cuci, untuk mengajarinya cara mencuci pakaian. Maklum, ini pengalaman pertama oik mencuci. Selesai mencuci, mamanya juga mengajari cara berjemur.
                Diam-diam oik mengusap matanya. Dari rasa kesal, tiba-tiba ia jadi ingat mbak atin. Ternyata, selama ini pekerjaan mbak atin sangat banyak dan melelahkan.
                Pukul setengah empat, oik baru masuk kamar. Dia tidak tidur siang dan belum mengerjakan pr. Wah, dia harus menelpon acha karena dia batal kerumahnya.
                “capek ya, sayang?” tanya mamanya pelan, lalu duduk disebelah oik.
                Oik mengangguk. “ternyata, pekerjaan mbak atin melelahkan ya, ma. Oik menyesal selalu merepotkan  mbak atin, tiap hari mesti membereskan kamar oik.”
                Mamanya mengangguk lega, lalu mendekap kepala oik kedadanya.
                “oik mau minta maaf sama mbak atin kalau dia pulang nanti,” ucap oik pelan sambil menyeka air matanya.
                “permintaan maaf diterima, neng oik,” mbak atin tiba-tiba muncul. Senyumnya merekah. Oik hampir tersedak karena kaget.
                “lho, mbak atin? Katanya pulang kampung?” tanya oik bingung.
                “maafkan mama ya, sayang. Kami sengaja mengatur semua ini. Mama menyuruh mbak atin kerumah nenek, karena mama ingin kamu mengerti betapa capeknya mbak atin,” jelas mamanya.
                Ugh...oik ingin marah karena merasa dikerjai. Tapi, dia juga berpikir, kalau mbak atin kecapekan terus berhenti kerja, dia bakal sendirian dirumah. Kalau toh ada penggantinya, belum tentu seasyik mbak atin yang bisa diajak ngobrol dan curhat.
                “terima kasih ya, ma!” oik memeluk mamanya erat-erat, lalu memeluk mbak atin. “mbak, maafin oik, ya! Oik janji nggak akan bikin berantakan kamar lagi, asal mbak atin jangan pergi lagi !” katanya. Mbak atin mengangguk terharu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar