Sabtu, 23 April 2011

Cardan Part 7

Debo berjalan kearah Alvin dengan membawa seekor elang ditangannya.
“aku membawa sepucuk surat untukmu,” ujarnya sambil menyerahkan burung itu. “itu elang kerajaan, surat itu juga pasti dari sana”
          Alvin melepaskan segulung kertas yang terikat kuat dikaki kiri burung tersebut. Burung itu kemudian dilepaskan kembali keudara, terbang bebas menuju barat, kearah Hinkal. Elang kerajaan sungguh berbeda dengan merpati pos yang biasa dipakai orang biasa untuk berkirim pesan. Mereka dapat terbang secepat kilat.


          Dave dan pasukannya akan datang ketempatmu, ia ditugaskan Gabriel untuk mencari Cardan. Sebenarnya, ia sudah tahu tentang keberadaan pasukan kita, tapi ia tidak tahu bahwa Cardan tersebut ada ditempatmu. Kau tidak boleh memberitahukannya tentang itu.
         Dua hari lagi, aku akan mengunjungimu. Aku ingin tahu siapa sebenarnya Cardan itu.
Sivia Azizah


“Dave akan datang kesini,” ujar Alvin kepada Debo seraya menyerahkan surat yang dibacanya. “ia ditugaskan mencari Ray.”
“lalu apa yang akan kita lakukan?” tanya Debo
“seperti biasa saja, tapi kita tidak boleh memberitahukannya tentang Ray,” jelas Alvin tenang. “bilang saja, tak ada satupun dari kita melihat peristiwa kemarin.”
          Debo menganggukan kepala dan melipat surat tersebut. Ia pergi meninggalkan Alvin untuk memberitahu para pasukannya. Dari tadi, Alvin ternyata sedang mengamati Ray yang sedang berlatih dikejauhan. Ia sedang berpikir, apa yang harus diajarkannya. Pengakaran bela diri bisa diserahkan pada Debo dan Deva. Tapi, dengan seluruh pengalaman dan kematangannya, ia yakin dapat menggembleng kemampuan mental Ray yang menurutnya masih belum siap untuk menjadi seorang Cardan.
          Gita datang mendekati Ray. Ray tersenyum ramah kepadanya.
“ada apa, Gita?” tanya Ray ramah.
          Gita hanya menunjuk lutut Ray yang terluka karena pertarungannya semalam dengan Cakka.
“oh, kau mau memulihkan lututmu ini...,” ujar Ray yang kemudian duduk.
          Gita memegang lutut Ray yang terluka. Ia menggulung celana Ray perlahan dan membuka perban yang menutupi luka. Masih mengeluarkan darah, Ray merintih saat perbannya dibuka.
          Gita meletakkan tangan diatas luka tersebut dan menutup matanya. Ray merasa ada aliran hawa panas memijat lukanya. Perlahan sakitnya mulai berkurang, namun keringat mulai mengucur dari dahi Gita yang kemudian membasahi rambutnya.
          Setelah Gita merasa luka Ray pulih, ia mengangkat tangannya. Ray melihat lukanya yang sudah tidak mengeluarkan darah lagi.
“kau benar-benar hebat!” kagum Ray
          Gita menganggukan kepala dan merapikan celana Ray yang tergulung. Ray melepaskan tangan Gita dari celananya dengan lembut.
“tidak! Tidak. Biar aku saja yang merapikannya,” ujar Ray.
“terima kasih banyak atas semuanya!”
          Gita tersenyum kemudian berdiri. Setelah merapikan celana, Ray pun ikut berdiri
“sudah berapa lama kau punya kekuatan seperti itu?” tanya Ray lembut.
          Namun Gita hanya kembali menganggukan kepalanya dan pergi.
“hei! Kau belum menjawab pertanyaanku!” teriak Ray.
“ia tak dapat menjawabmu!” sela Alvin yang tiba-tiba muncul disebelah Ray.
          Alvin adalah seorang penyihir yang dapat memindahkan tubuh dalam sekejap. Sehingga ia dapat dengan tiba-tiba muncul atau menghilang.
“huh. Kau selalu mengejutkanku,” kata Ray.
“ini adalah kekuatan batinku. Aku dapat muncul dan menghilang dalam sekejap,” ujar Alvin. “kau tahu itu, dan kau sudah menemukan kekuatan batinmu kemarin.”
“itu yang ingin kutanyakan padamu, Alvin?”
“baiklah, semua makhluk mepunyai kekuatan batin yang berbeda. Seperti aku dan Cakka yang dapat melipatgandakan kekuatan dan kecepatan, Gita dapat memulihkan luka. Sedangkan kau dapat menggandakan dirimu sendiri,” jelas Alvin.
“namun tak semua bisa menggunakan dan mengendalikan kekuatan itu, kita haru menggali jiwa kita. Kini kau akan belajar mengendalikan kekuatanmu sekarang!”
          Ray langsung menyetujuinya. Alvin menyuruhnya duduk dan berkonsentrasi. Alvin mengarahkan Ray untuk masuk lebih dalam ke jiwanya. Ray menutup mata dan mencoba berkonsentrasi penuh. Kekuatan batinya kemarin dapat keluar karena amarah, kini ia harus belajar mengendalikannya.
          Sudah satu jam Ray berkonsentrasi untuk mengendalikan kekuatan. Alvin dengan sabar menemaninya. Ray telah mendapat pelajaran bela diri yang cukup dari Duta, hal itu memudahkan dirinya mengendalikan kekuatan barunya. Tak lama kemudian, timbul bayangan yang sesekali muncul dari tubuhnya. Alvin kembali menyuruhnya benar-benar berkonsentrasi. Akhirnya, kini timbul dua Ray dihadapan Alvin.
“sekarang, buka matamu perlahan,” ujar Alvin
          Ray membuka kedua matanya perlahan. Disampingnya, ada sesosok dirinya. Alvin meminta dirinya berdiri. Kemudian Ray dan sosok keduanya berdiri. Ray kembali berkonsentrasi dan kemudian sosok tersebut berjalan sesuai kemauannya. Tapi tak lama kemudian sosok tersebut menghilang dari hadapannya.
“kekuatanmu belum bertahan lama, kini beristirahatlah, lalu cobalah lagi,” ujar Alvin. Anak ini benar-benar istimewa. Ia dapat dengan begitu mudah mengendalikan kekuatannya. Sudah jelas, darahnya adalah darah ksatria. Warisan ayah dan kakeknya, bisik Alvin dalam hati.
          Ray tersenyum girang menyadari kemampuannya. Kini ia mempuyai kekuatan yang dapat dibanggakan. Ray melihat kedua telapak tangannya dan masih tak percaya pada kemampuan barunya. Dan baru kali ini ia merasa betah untuk tinggal di kamp pelatihan Alvin. Ia tahu, Alvin bisa menjadikannya seorang ksatria perang seperti yang telah lama diidam-idamkannya.
          Ray menundukkan tubuh kepada Alvin, guru barunya. Alvin menerima penghormatannya dengan balas emnundukkan tubuhnya kepada Ray. Kemudian, seperti biasa, ia menghilang dari hadapan Ray.
          Ray meloncat dan berteriak kegirangan. Debo dan Deva yang memantaunya dari jauh ikut tersenyum. Tapi bukannya beristirahat, ia kembali duduk dan berkonsentrasi untuk mengeluarkan kembali kekuatannya.
          Selang beberapa menit, lonceng penjaga kamp berbunyi, menandakan ada yang datang. Alvin yang sudah tahu akan kedatangan tersebut, siap berdiri di tengah perkemahan. Debo dan Deva menemaninya. Terlihat satu regu pasukan yang dipimpin oleh seorang pria yang kemudian berjalan menuju Alvin.
          Alvin menjabat tangan Dave, kemudian memeluknya. Debo dan Deva menyusul.
“apa kabar?” sapa Alvin pada kawan-kawannya.
“baik-baik saja. Bagaimana keadaan kalian disini?” jawab Dave yang kemudian memerintahkan pasukannya untuk beristirahat.
“luar biasa!” jawab Alvin, lalu memandu Dave menuju meja batu yang ada diujung kamp.
          Dave duduk, Alvin, Debo, dan Deva menyusulnya.
“sebenarnya, apa maksud kedatanganmu kemari?” tanya Deva.
“aku sedang mencari Cardan yang lahir kemarin.” Jawab Dave. “apa kalian mengetahuinya?”
“Cardan yang lahir kemarin?” tanya Deva lagi, berpura-pura tidak tahu apa yang ditanyakan Dave. Alvin dan Debo saling berpandangan.
“apa kalian tidak melihat peristiwa tempo hari?” lanjut Dave. “apa kalian tidak melihat cahaya merah yang menjulur ke langit?”
          Alvin, Debo, dan Deva menggelengkan kepalanya. Dave menarik napas panjang.
“huh..berarti aku benar-benar harus menyisir hutan ini untuk mencarinya.”
“sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Debo
          Kemudian Dave menjelaskan peristiwa yang terjadi dua hari lalu, juga tentang kegusaran raja Gabriel. Tapi tak lama kemudian, berhenti bercerita.
“sebenarnya apa yang kalian lakukan disini?” tanya Dave kepada ketiga kawan lamanya.
“apa Sivia belum menceritakan padamu?” tanya Alvin
“ya, sebelum aku pergi kesini. Ia sempat sedikit bercerita, tapi aku belum tahu tujuannya mempersiapkan kalian disini.”
“aku pun belum tahu tujuannya,” Alvin menjawabnya dengan tenang. “tapi aku sangat percaya kepadanya.”
“tidakkah engkau...?” tanya Alvin ragu-ragu kepada Dave.
“aku?” Dave mengerutkan keningnya. “aku percaya kepada Sivia, bahkan aku sangat yakin bahwa keputusan Sivia-lah yang membuat kita memenangkan perang Zonega.”
          Mendengar pendapat Dave; Alvin, Debo, dan Deva kebingungan. Mereka saling berpandangan, kemudian kembali mendengarkan Dave.
“ya! Saat kau berada digaris terakhir peperangan bersama Gabriel dan Sivia. Dan aku tahu bahwa Sivia merupakan tokoh utama dalam perang tersebut,” jelas Dave. “Joe dan aku yakin bahwa tokoh utama di Stars adalah Sivia, bukan Gabriel.”
          Dave, Alvin, Debo, dan Deva semakin hangat berbincang-bincang. Mereka membicarakan hampir semuanya. Alvin, Debo, dan Deva tak henti-hentinya bertanya tentang keadaan istana. Mereka bertiga belum lagi menginjakkan kaki di istana sejak dua tahun lalu. Sejak Little diserang oleh Moon, mereka bertiga diutus Gabriel pergi, membantu armada perang Little untuk mengusir Little dari sana. Dan setahun lalu, mereka mendapat titah dari permaisuri Sivia untuk meninggalkan Little dan mendirikan sebuah kamp pelatihan dihutan Dio.
          Tanpa mereka sadari, sejak tadi sesekali Dave memrhatikan Ray yang sedang melatih kekuatannya. Dari tempat mereka yang cukup tinggi, mereka dapat melihat hampir semua pasukan yang berlatih, tempat Ray berlatih memang tidak jauh dari tempat itu. Dalam waktu yang sangat singkat, Ray sudah bisa mengendalikan kekuatannya. Bayangannya sudah sapat ia kendalikan dengan baik, sesuai keinginannya.
“anak itu sangat berbakat!” ujar Dave yang kini tidak melepaskan pandangannya dari Ray.
          Debo terperanjat. Ia tidak ingin rahasia mereka diketahui oleh Dave, walaupun mereka sudah berteman sejak lama. Ia sangat menghormati titah permaisuri Sivia.
“oh dia..., anak itu salah satu dari banyak murid terbaik kami,” Alvin menyela dan mengantisipasi keadaan dengan sigap. “ia sudah berlatih disini selama lima bulan. Kini, ia dapat menggunakan ilmunya dengan mahir.”
“kalian telah mengajarnya dengan baik” Dave kagum akan didikan teman-temannya. “kalian akan melahirkan jendral-jendral baru.”
          Tak lama kemudian, Gita membawakan mereka buah-buahan dan sebotol anggur.
“ah, Dave! Kenalkan, Gita Tobing!” seru Alvin pada Dave.
          Gita meletakkan hidangannya, menjabat tangan Dave dan sedikit menundukkan bahunya.
“Dave Hendrik!” sapa jendral itu.
          Alvin kemudian berdiri merangkul Gita.
“ia adalah murid terbaik kami disini!” Alvin membanggakan Gita.
“Gita darimana asalmu?” tanya Dave hangat.
          Gita hanya terdiam dan kembali membungkukkan tubuh. Dave bertanya sekali lagi, tapi sekali lagi Gita hanya membungkukkan tubuhnya.
“ia tak dapat bicara,” jelas Alvin. “ia kutemukan direruntuhan gedubg saat Moon menyerang kota ini dengan keji. Keluarganya menghilang, maka kubawa dirinya kesini dan kulatih.”
          Dave terdiam setelah mendengar penjelasan Alvin tentang anak didiknya ini.
“terima kasih Gita, kau bisa kembali berlatih.” Kata Alvin mempersilakan Gita. Gita memberikan penghormatannya sekali lagi pada Dave dan ketiga gurunya, lalu ia pergi darisana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar