Jumat, 15 April 2011

Cardan Part 4

“Joe, apa yang sebenarnya sedang terjadi?” tanya Acha kepada jendral besar yang juga merupakan sahabatnya itu.
“hanya ayah dan ibumu yang tahu, tuan putri.”
“tapi, bisakah kau ceritakan siapa yang datang semalam dan apa yang diceritakannya?”
          Joe lalu duduk dikursi kayu yang ada di taman istana. Mereka berdua sedang berada ditaman istana yang sangat asri, dihiasi ratusan tanaman bunga dan pancuran air. Burung-burung merak dan kijang berkeliaran bebas disini, terpelihara dengan baik. Mereka sudah jinak, tidak terganggu lagi dengan kehadiran manusia.
“namanya Duta, ia adalah veteran perang Zonega. Kebetulan kejadian kemarin terjadi di ladang anggurnya.”
“lalu apa katanya?” sela Acha ingin tahu.
“telah lahir seorang Cardan baru, dan Cardan itu mempunyai kekuatan Sanggu.”
“kau seorang Cardan, bukan?” tanya Acha
          Joe menganggukan kepalanya.
“lalu, apakah kau mengalami kejadian seperti kemarin saat kau terpilih menjaddi seorang Cardan, cahaya merah yang menjulur sampai langit?” lanjut sang putri
“tidak, karena itulah Cardan yang satu ini pasti seorang yang sangat istimewa,” jawab sahabatnya itu.
“istimewa?”
“ya....Duta mengatakan bahwa Carddan ini akan menjadi pahlawan Stars, dan ayahmu membetulkan perkataannya.”
“aku mengerti kegusaran ayah sekarang,” balas Acha, yang hari itu terlihat anggun dengan gaun panjang berselimut sweater kesayangannya, berikut syal hitam dari bulu domba. Pakaian yang sedehana bagi seorang putri mahkota. Memang begitulah dirinya, selalu nyaman memakai pakaian yang tidak mencerminkan statusnya.
“mengerti?” kali ini Joe yang bertanya.
“tentu saja, Joe! Ayah dan ibu pasti sangat gusar, karena menjadi pahlawan membutuhkan sebuah kemenangan! Dan sebuah kemenangan membutuhkan pertempuran...,” jawab Acha semangat.
“aku benci bila kau benar... bila itu terjadi, kita akan mengalami peperangan lagi...,” ujar Joe dengan kepala tertunduk..
          Acha baru menyadari akibatnya bila perkataannya itu menjadi nyata. Rakyat yang dicintainya akan sangat menderita. Gadis itu meraba keningnya,”Joe! Mari kit hentikan perang ini!”
“caranya?” tanya Joe yang masih menundukkan kepalanya.
“itu yang akan kita cari.”
          Kemudian Acha pergi berlari menuju istana, meninggalkan Joe yang masih duduk dengan kepala tertunduk. Sungguh pemandangan aneh, seorang perwira perang tertinggi menundukkan kepalanya setelah mendengar kata perang.
“aku benci jika harus berperang lagi...,” gumam Joe, kemudian mengepalkan tangannya dan memukulkannya ke tanah.
          Tanah disekitar taman tersebut bergetar, pancuran-pancuran pun berhenti menyemburkan air. Joe berdiri dan menengadahkan kepalanya, memandang langit.
“kasihi kami...”
***
          Acha sudah berada didepan pintu ruang belajar Ozy, kakak lelakinya. Dengan berat hati ia mengetuk pintu ruangan tersebut.
“siapa?” terdengar suara Ozy dari dalam.
“Acha,” jawabnya.
“masuklah!”
          Kemudian Acha membuka pintu dengan perlahab, ia memasuki ruangan belajar kakaknya. Ruangan ini terlihat seperti perpuastakaan pribadi dengan puluhan rak yang berisi buku-buku hukum, pemerintahan, dan sejarah. Ruangan yang sebenarnya cukup luas terlihat sangat sempit karena rak buku yang tingginya sampai menyentuh langit-langit ruangan. Ozy Adriansyah, dengan gayanya yang khas, sedang membaca dimeja belajarnya yang besar dan kokoh. Kepalanya menunduk, dahinya ditopang tangan kirinya yang terletak diatas meja, tangan kanannya memegang buku tua, siap membalik halaman-halamannya yang sangat tebal. Rambutnya berantakan, kacamata bacanya merosot turun dihidungnya. Sebagai anggota kerajaan yang terhormat, penampilannya menunjukkan bahwa ia siap menjadi raja.
          Mengetahui kehadiran Acha di ruangannya, Ozy hanya memicingkan matanya. Senyumnya singkat dan dingin.
“ada angin apa ini? Apa yang membuatmu sudi datang kemari?” ujar Ozy sambil menutp buku tebal yang sedang dibacanya.
          Acha duduk di sofa merah yang dilapisi kulit binatang yang terletak didekat meja kakaknya. Bulu kuduk Acha sedikit merinding saat duduk, ia membayangkan teriakan binatang ketika dikuliti untuk sofa itu.
          Ozy berkata tanpa mengarahkan pandangan padanya. Acha tahu bahwa kedatangannya akan dianggap sebagai gangguan .
“aku mempunyai sebuah pertanyaan.”
“pertanyaan? Mengapa kau bertanya padaku?” tanya Ozy yang tidak menaruh perhatian penuh kepada adiknya.
“sudahlah...ini benar-benar penting. Ini tentang masa depan kerajaan kita!” bentak Acha yang sudah mulai jengkel dengan perlakuan kakaknya.
“kau ingin bertanya tentang peristiwa kemarin?”
“ya, kukira kau dapat menjelaskan padaku.”
“tentunya aku dapat menjelaskannya. Aku telah membaca ratusan buku sejarah. Tidak sepertimu, menghabiskan waktu dengan berlatih sihir atau jalan-jalan, menyamar sebagai rakyat biasa dikota,” ujar Ozy sombong.
          Acha menghela napas panjang.
“seorang Cardan murni telah lahir kemarin. Cardan yang benar-benar dipilih oleh para Dewa dan Dewi. Konon, ia adalah titisan bintang-bintang yang ada dilangit kita. Biasanya Cardan terlahir bila ada penyatuan antara sebuah batu yang terlempar dari bintang tertentu dan jiwa seseorang yang dipilih oleh batu tersebut. Cardan kemarin itu adalah Cardan yang terlahir dari penyatuan, tidak hanya batu dan jiwa, tapi juga dilengkapi urapan bintang-bintang tadi”
          Acha memerhatikan penjelasan kakaknya. “jadi, menurutmu, apa yang akan terjadi? Apakah itu hanya peristiwa biasa?” tanya Acha datar.
“kau betul-betul bodoh! Kau kira peristiwa itu terjadi tanpa tujuan?” bentak Ozy yang sepertinya kesam mendengar pertanyaan adiknya.
          Kali ini Acha terdiam, mungkin ia baru menyadari betapa kurang pengetahuan sejarahnya. Baru kali ini ia menganggap waktu dilewatkan oleh kakaknya tidak sia-sia.
          Ozy menaikkan alisnya. “terakhir, peristiwa itu terjadi puluhan tahun lalu. Saat daratan Garina masih dalam zaman kekacauan. Saat bangsa Moon masih menjejakkan kakinya di Garinka.”
“Moon?” tanya Acha polos.
          Ozy memalingkan muka dari adiknya dan menyandarkan tubuhnya.
“Moon adalah bangsa yang berbeda dengan kita, mereka menyembah Natu, Dewa kegelapan. Ibu biasamenyebut mereka bangsa biadab,bangsa yang menyukai kekacauan.” Lanjut Ozy. “jadi, dahulu kaken-nenek kita berjuang mengusir Moon dari Garinka, karena sudah beratus-ratus tahun kedua bangsa ini tidak pernah damai. Keduanya selalu berusaha saling menyingkirkan. Dan akhirnya, tiga puluh tiga tahun lalu, mereka berhasil mengusir bangsa Moon. Bangsa Moon lalu mendiami negeri Ghaine yang konon sangat tandus dan bersuhu sangat panas. Peperangan itu dimenangkan Grinka karena Cardan murni pada saat itu berhasil membunuh Siafrik, pemimpin pasukan Moon.”
          Acha mengengguk-anggukan kepala mendengar penjelasan kakaknya.
“lalu peristiwa kemarin...menurutku, bangsa Moon akan datang lagi ke negri kita. Seperti dua puluh tahun lalu ketika perang Zonega berkecamuk, namun mungkin kali ini...”
          Tiba-tiba jam besar yang ada diruangan tersebut berdentang dua belas kali. Ini waktunya semua anggota keluarga istana bersantap siang di balkon keluarga. Seperti yang mereka lakukan setiap hari.
“waktunya makan, mungkin akan kita teruskan lain kali,” ujar Ozy, kemudian ia berjalan keluar ruangan, putri Acha masih duduk di sofa.
“kau tidak ikut?”
“nanti aku menyusul.” Jawab Acha. “kak, bolehkah aku meminjam buku yang menceritakan semua itu?”
“silakan, tapi kau harus mencarinya sendiri. Aku ingin segera makan sekarang. Perutku sudah dari tadi menahan lapar.”
***
          Kali ini Duta mendapatkan pelayanan yang sangat jarang didapatkannya. Ia duduk bersama anggota kerajaan dan orang-orang penting Stars. Piringnya penuh dengan hidangan, hampir semua makanan yang tersaji sudah ia taruh dipiringnya.
“Dave, apakah kau sudah menyiapkan pencarian Cardan?” tanya Gabriel kepada Dave.
“sudah, yang mulia! Ada lima pasukan berkuda dan tiga pasukan terbang. Dan semuanya berada dibawah komando saya.”

“lalu, bagaimana dengan rencanamu?” Gabriel kembali bertanya.
“saya akan menyisir setiap sudut Hutan Dio. Saya sangat yakin ia berada disana,” jawab Dave.
          Mendengar hal itu, Sivia menyela pembicaraan suami dan perwiranya.
“apa kau benar-benar yakin ia berada di hutan Dio? Dan bagaimana kau dapat menemukannya dihutan yang selebat dan seluas itu?”
“saya yakin, permaisuri. Hutan Dio adalah tempat persembunyian terbaik di wilayah ini, dan saya kira ia pasti bersembunyi disana. Permaisuri tak perlu memikirkan cara pasukan saya menemukannya, permaisuri dapat mengandalkan orang-orang pilihan saya,” jawab Dave tegas.
          Acha datang sembari memeluk dua buah buku yang sangat tebal. Ia menaruk kedua buku itu dimeja, membuat meja makan tersebut bergetar.
“Acha, ada apa?” tanya Gabriel yang merasa aneh melihat putrinya membawa buku-buku setebal itu.
          Acha menyeka dahinya yang berkeringat.
“ia ingin mendalami ilmu sejarah, ayah! kupinjamkan beberapa buku untuknya,” ujar Ozy.
“hahaha...benarkah itu, Acha?” tawa Gabriel sedikit tak percaya.
“ya, ayah. aku ingin belajar tentang sejarah negeri kita,” jawab acha.
          Seketika mereka yang ada diruangan itu tertawa, tak terkecuali para penjaga. Putri Acha hanya tersenyum.
“tapi aku tak ingin hanya mempelajari buku saja. Aku juga ingin mendengar cerita dari ahli sejarah Garina,” lanjut Acha.
          Mereka menghentika tawanya dan saling memandang, mencari seorang yang ahli dalam sejarah diruangan itu.
“aku terlalu sibuk untuk mengajarimu! Mungkin Joe, Dave, atau Winda dapat mengajarimu,” elak Ozy.
          Acha memandang wajah Joe, Dave, dan Winda bergantian.
“tidak, Dave sedang dalam misi menemukan Cardan yang kemarin, Joe besok akan kutugaskan pergi ke Little untuk memastikan keadaan disana, dan Winda sudah cukup kau ambil waktunya untuk mengajar sihir, selain itu ia sering mendampingiku sekarang,” ujar Gabriel kepada putrinya.
“lalu kepada siapa aku harus belajar?” tanya Acha sambil menundukkan kepalanya.
          Gabriel berpikir sejenak, lalu berbisik kepada istrinya. Permaisuri Sivia mengangguk dan tersenyum setelah mendengar bisikan dari Gabriel.
“Duta, maukah kau mengajari putriku sejarah Garinka?” tanya Gabriel pada Duta yang dari tadi hanya sibuk dengan makanannya dan tidak menyimak pembicaraan yang berlangsung di hadapannya. Duta terdiam dan berhenti menyuapkan hidangan ke mulutnya.
“putriku, Duta adalah seorang ahli sejarah dan pasti dapat mengajarimu dengan baik. Betul, kan, Duta?” lanjut Sivia.
“mmmm....,” gumam Duta yang masih belum tahu maksud pertanyaan raja dan permaisurinya.
          Acha terlihat bingung mendengar pilihan dari orangtuanya. Ia menggigit bibirnya dan memandangi Duta. Sosok yang sama sekali tidak dikenalnya sebelumnya.
“ibu, siapakah dia?” tanya Acha ragu.
“ia adalah guru sejarahmu, adikku sayang,” jawab Ozy sambil tersenyum simpul.
***
          Pukul lima sore, seperti hari-hari biasanya, putri Acha dan penasihat kerajaan Winda berada diruangan latihan pribadi sang putri. Ruangan terbuka yang tidak terlalu besar tetapi tampak mewah. Disini, Acha biasa menghabiskan sore hari untuk berlatih sihir dengan Winda. Sekarang, ia sedang berlatih ilmu terbangnya. Ia sedang belajar menerbangkan dirinya, setelah sebelumnya mampu melayangkan diri diudara.
          Namun, kali ini, entah mengapa, sang putri sangat sulit menangkap pelajaran dari gurunya. Jangankan terbang, untuk melayangkan diri saja ia harus berupaya keras.
“fokuskan dirimu, Acha!” perintah gurunya.
          Acha mencoba sekali lagi. Ia berhasil melayangkan diri beberapa sentimeter dari lantai, tapi beberapa detik kemudian, tubuhnya perlahan kembali turun ke permukaan lantai.
“apa yang sedang menganggu pikiranmu?” tanya Winda yang menjadi sedikit kesal pada Acha.
          Acha menggelengkan kepalanya. Ia mencoba sekali lagi. Kali ini ia dapat melayangkan tubuhnya lebih tinggi dari sebelumnya. Sama seperti sebelumnya, setelah beberapa detik, ia kembali lagi ke lantai.
“pelajaran kita selesai!” ujar Winda.
          Winda berjalan menjauhi muridnya, dan duduk menghadap ke luar istana. Dari ruangan ini terlihat pemandangan yang indah diluar kota Stars. Tak lama kemudian, putri Acha mendekatinya dan duduk disebelahnya.
“kau adalah seorang gadis yang berbakat dalam sihir, kau tidak akan berhasil dalam sihir atau dalam bidang apa pun bila kau tidak dapat memfokuskan pikiranmu,” keluh Winda yang tidak puas pada muridnya hari ini. “sebenarnya apa yang sedang mengganggu pikiranmu?” lanjutnya.
“aku penasaran dengan peristiwa kemarin,” jawab Acha sambil membasuh wajahnya yang berkeringat.
“peristiwa kemarin adalah peristiwa penting. Entah itu akan berdampak baik atau buruk  bagi kerajaan kita. Menurut sejarah, Cardan lahir dengan peristiwa seperti kemarin akan dapat menyelamatkan, tidak hanya kerajaan Stars, tapi juga daratan Garinka,” jelas Winda. “kau akan memahaminya sendiri,” lanjutnya.
“paman, bila ia ditakdirkan untuk menyelamatkan Garinka. Itu artinya Garinka akan mendapat masalah besar. Masalah yang hanya dapat dituntaskan olehnya,” jawab Acha yang mulai serius dalam pembicaraan ini.
          Winda tersenyum, ia bangga atas kecerdasan Acha dalam menyikapi peristiwa kemarin. Ia memaklumi kecemasan muridnya, karena didalam hatinya terdapat kecemasan yang sama.
“tapi, Garinka sudah pasti bisa diselamatkan, kan?” Winda berdiri dan mulai meredakan kecemasan muridnya. Kemudian ia berjalan kem]luar  ruangan. Ia tak ingin pembicaraan mereka membuat Acha semakin cemas.
“paman, menurutmu apa yang akan terjadi?” pertanyaan Acha membuat Winda berhenti berjalan.
“ingatlah, sepekat-pekatnya kegelapan pada malam hari, pagi akan selalu datang. Kita hanya harus bertahan dikegelapan malam, dan bersabar menunggu datangnya pagi,” jawab Winda. Ia kembali berjalan keluar, meninggalkan Putri Acha duduk sendirian diruangan itu.
          Putri Acha masih duduk termenung menyaksikan matahari yang mulai tenggelam.
          Akhirnya, siang akan berakhir. Sebentar lagi datang malam, beserta kegelapan yang selalu menyertainya. Mampukah aku bertahan? Ujarnya dalam hati.
          Dapatkah ayahku mempertahankan kerajaannya?
          Bebrapa saat kemudia, matahari mulai tak tampak lagi, sinarnya pun sirna. Berganti dengan kegelapan malam. Acha masih duduk termenung memikirkan nasib kerajaannya. Tanpa disadarinya, seorang lelaki duduk menemaninya.
“ada  yang ingin kau tanyakan, tuan putri?” ujarnya ramah.
          Acha terkejut melihatnya, ternyata pria tersebut adalah Duta.
“Winda menyuruhku untuk menemuimu, mungkin kini kita dapat memulai pelajaran kita,” jelas Duta. “atau sebelumnya, adakah yang ingin kau tanyakan?” lanjutnya.
          Acha menghela napas panjang. “pertama, aku ingin tahu tentang dirimu,” kata Acha kepada Duta.
“namaku Duta, umurku beberapa tahun lebih tua dari ayahmu. Dulu aku hanyalah pasukan rendahan di kerajaan ini,” jelas Duta singkat.
          Penjelasan ini belum membuat Acha puas. Ketidakpuasan tersirat jelas diwajahnya. Ia menunggu Duta melanjutkan kalimatnya, namun Duta hanya menggaruk-garukkan kepal. Acha merasa tak nyama berada disebelahnya.
“dapatkah kau menjelaskan tentang  Siafrik?” tanya Acha yang kali ini enggan menghadapkan wajah kearah Duta.
“Siafrik?” Duta masih menggaruk-garuk. “coba kuingat....,” lanjutnya.
          Acha menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, merasa kecewa atas pilihan orang tuanya. Tadinya, ia merasa bisa berharap banyak dari veteran ini, namun setelah melihat guru barunya, walaupun baru sebentar, ia langsung merasa ragu.
“apa yang ingin kau ketahui tentang Siafrik?” Duta membalas pertanyaan Acha dengan pertanyaan lain.
“semuanya...,” rintih Acha sambil menghentakkan kedua kakinya ketanah. Kali ini, ia benar-benar kesal.
“Siafrik adalah pemimpin bangsa Moon. Ia akan selalu ada didunia ini, karena langit yang memilihnya,” jelas Duta.
          Mendengar hal itu, acha membalikkan tubuh, berhadapan dengan Duta. Ia mulai serius mendenagrkan.
“ada apa, tuan putri?” Duta merasa bingung melihat Acha sangat serius memandangi wajahnya. “ada yang salah dengan wajahku?” lanjutnya.
“tidak. Tidak. Aku hanya ingin memerhatikan penjelasanmu,” Acha kembeli membalikkan tubuhnya kedepan, tidak lagi menghadap Duta.
“benar? Tidak ada apa-apa diwajahku?” tanya Duta sekali lagi. Acha menggelengkan kepala dan mengisyaratkan Duta untuk melanjutkan penjelasannya.
“siafrik bisa berwujud apapun. Ia mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Konon, ia dapat melawan seratus pasukan pilihan kerajaan sekaligus dan memenangkannya,” ujar Duta yang kali ini mulai menggaruk wajahnya yang sudah mulai keriput.
“untungnya, dahulu ia berhasil dihentikan oleh seorang Cardan murni. Tapi, sayangnya, sang Cardan juga ikut terbunuh dalam pertarungan melawan Sifrik,” ujar Duta.
“lanjutkan ceritamu,” sambut Acha yang kali ini mulai antusias dengan cerita Duta.
          Akhirnya mereka berdua menghabiskan waktu berjam-jam. Duta menjawab semua pertanyaan putri Acha, walaupun kadang menghentikan penjelasannya sejenak untuk menggaruk salah satu bagian tubuh atau bahkan menguap. Sekarang, Acha mulai menikmati waktu bersama guru barunya tersebut. Ia merasa pilihan kedua orangtuanya tepat. Ia baru menyadari bahwa ternyata Duta bukanlah seorang pasukan rendahan seperti yang tadi dipikirkannya, melainkan sosok penting pada masanya dan patut dihormati.
          Walaupun Acha masih merasa tidak nyaman dengan tingkah Duta, ia tetap berada disana dan benar-benar menyimak setiap kata-kata Duta. Acha mendapat banyak pengetahuan baru darinya, melengkapi pengetahuannya yang dibacanya dari buku pinjaman kakaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar