Jumat, 15 April 2011

Cardan Part 5

Ray duduk disebongkah batu. Ia memikirkan tentang siapa sebenarnya dirinya dan sejarah keluarganya. Tadi, ia tidak sempat bertemu ibunya lagi, karena ibunya sudah kembali pulang ke Hinkal. Ray heran, mengapa ibunya tak pernah menceritakan tentang sejarah keluarganya. Ia baru tahu bahwa ia mempunyai darah Cardan dari kakeknya.
          Tanpa diketahui Ray, seseorang sedang mengamatinya dari belakang. Ia mengendap-endap, memanfaatkan gelapnya malam.
“kau sedang beruntung tadi!” ujarnya pada Ray yang sedang duduk, tepat dihadapannya.
          Ray langsung berdiri dan membalikkan tubuh. Ternyata, Cakka yang ada dibelakangnya dengan posisi tarung.
“Cakka, ada apa?” tanya Ray
“aku ingin pertandingan ulang!” geram Cakka, langsung menyerang Ray.
          Ray yang tak siap, terkena pukulan Cakka tepat diwajah. Ray tersungkur jatuh. Cakka melompat jauh diudara, lalu melesat cepat kearahnya. Ray berusaha menghindar, namun tendangan Cakka sudah mendarat ditubuhnya. Ia terpental jauh menabrak sebuah pohon sampai tumbang. Pohon itu jatuh, berdebum keras, dan membangunkan pasukan diperkemahan.
          Lagi-lagi, Cakka tak membiarkan Ray untuk bersiap. Ia sekali lagi menerjang Ray. Ray melawan, keduanya berguling, tak ada yang melepas cengkramannya. Mereka berguling menurui tanah landai, lalu mengenai sepotong kayu yang menghalangi mereka. Keduanya lalu terlepas. Mereka langsung berdiri. Kali ini Ray yang berinisiatif menyerang terlebih dahulu. Ia melancarkan pukulan dan tendangan berkali-kali. Cakka dapat menangkis dan mengelak, kemudian berganti menyerang. Ray pun berhasil menangkis dan menghindar.
          Sungguh sebuah pertarungan yang sengit dan sepadan bagi keduanya. Pertarungan kedua pemuda yang sama-sama mempunyai kecepatan diatas rata-rata manusia biasa. Merasa serangannya selalu dapat ditangkis dan dihindari Ray, Cakka melompat menjauh. Ia mengepalkan kedua tangan, kemudian seluruh badannya diselimuti asap berwarna ungu. Ray terbelalak melihatnya, lalu melangkah mundur, mencoba mengamati lawannya.
          Cakka kembali menyerang Ray yang sedang mengamatinya. Ia kembali melancarkan pukulan dan tendangan. Kali ini semuanya telak mengenai Ray. Entah apa yang terjadi, tapi sekarang kekuatan dan kecepatan Cakka berlipat ganda, sehingga sukar bagi Ray untuk dapat menangkis atau menghindarinya. Berkali-kali tubuhnya terkena serangan Cakka. Cakka terus menyerang Ray yang bersusah payah menepis serangannya. Dan akhirnya, ia menendang kepala Ray dengan lututnya, membuat Ray kembali terpental jauh.
“kekuatan apa itu?” ujar Ray dalam hati sambil memegang pelipisnya yang baru saja ditendang Cakka.
“RAY!!!! Temukan kekuatan batinmu!” teriak Deva yang ternyata telah berada diatas mereka, menyaksikan pertarungan tersebut dari tadi. Ia terbang diudara mengendarai Warcliff.
“kekuatan batin?” ujar Ray lagi dalam hati.
          Tiba-tiba, Cakka telah berada dihadapannya dan kembali memandang pelipisnya. Ray terpental lagi, ia menjadi sangat kesal. Ia berlari menuju Cakka, namun tiba-tiba Cakka menghilang. Ray bingung, kemudian melihat sekeliling mencari lawannya. Ternyata Cakka tadi melompat keatas, dan kini telah kembali ke tanah. Ia tepat ada dibelakangnya, kemudian kembali mementalkan lawannya dengan tendangan.
“SUDAH CUKUP!” teriak Ray yang kali ini sudah benar-benar kesal dengan pertarungannya.
          Ia berlari secepatnya menuju lawannya. Cakka yang merasa diatas angin tidak berusaha melompat lagi, malainkan menunggu Ray dengan kuda-kuda terbaiknya. Ia menunggu saat yang tepat untuk melancarkan pukulan terakhirnya, yang diyakinkannya dapat menaklukkan Ray.
          Pikiran jernih Ray sudah tersapu kekesalan, ia berlari ke arah Cakka dengan kecepatan yang sukar ditangkap mata manusia biasa. Cakka berpikir bahwa ia sangat diuntungkan bila emosi Ray sudah meletup. Ray akan sangat lengah.
          Cakka mendapat sebuah sela. Tanpa pikir panjang ia mengambil kesempatan untuk dapat memukul lawannya yang sedang berlari kearahnya. Ia melompat melesat kearah Ray. Hampir terjadi sebuah tabrakan yang luar biasa karena keduanya sama-sama berkecepatan luar biasa. Ketika jarak keduanya telah begitu dekat, Cakka mulai melepaskan tinjunya tepat didada Ray. Namun, kali ini, Ray menduplikasi dirinya menjadi dua, dan langsung berkelit tepat saat Cakka melepaskan serangan kedadanya, sehingga Cakka hanya meninju Angin. Deva mengangkat kedua tangannya, bersorak senang melihat hal ini.
          Cakka terkejut. Kini, ia harus menangkis serangan Ray yang berlipat ganda. Kedua Ray menyerangnya dari dua arah. Kini, pertarungan kembali seimbang. Cakka yang telah melipat gandakan kemampuannya berhadapan dengan Ray yang telah menduplikasikan dirinya.
          Kali ini Cakka kelimpungan melawan Ray. Ia harus melawan, tidak hanya dua tangan dan dua kaki lagi, melainkan empat tangan dan empat kaki. Ia sulit memfokuskan pikirannya yang kini terbagi dua. Kini, ada dua lawan yang harus diahadapinya. Karena kewalahan, Cakka berkali-kali terkena serangan Ray. Kini ia terpelanting dari kanan ke kiri, terkena tendangan dari kedua Ray yang berada dikiri dan kanannya. Asap yang menyelimutinya mulai menghilang, kekuatannya pun mulai berkurang.
          Melihat itu, Deva terjun dari Warcliff. Sesampainya ditanah, ia berteriak menghentikan pertarungan tersebut. Kemudian membentuk lingkaran api yang berdiameter cukup luas, membuat tanah yang mereka injak bergetar, hingga Ray dan Cakka terjatuh. Alhasil, Ray pun menjadi satu lagi. Walaupun demikian, Ray dan Cakka kembali berdiri berhadapan, siap bertarung lagi.
“SUDAH!!” teriak Deva
          Keduanya terdiam namun masih saling berhadapan dengan pandangan yang melukiskan kemarahan.
          Tiba-tiba, Alvin Jonathan muncul diantara mereka dan langsung  menampar kedua pemuda itu.
“apa yang kalian lakukan?” tanya Alvin geram.
          Cakka dan Ray masih saling memandang walau Alvin telah berada diantara mereka.
“kau! Apa yang kau pikirkan?” teriak Alvin kepada Cakka. “kau seharusnya memberi kesan yang baik!” lanjutnya.
          Cakka melangkah mundur, kemudian membalikkan badannya dari Alvin.
“jadi, kini kau membela anak baru ini?” tanya Cakka, yang langsung berlari menuju pepohonan dan menghilang. Deva melompat dan kembali mengendarai Warcliff yang dari tadi  belum turun ketanah, untuk mengejar Cakka.
“jangan dikejar!” perintah Alvin kepada Deva.
          Mendengar itu, Deva mengurungkan niat, lalu mengendalikan Warcliff untuk turun. Alvin memandang Ray dengan kesal. Ia kecewa degan Cakka dan Ray, karena keduanya seharusnya berteman. Mereka mungkin akan jadi rekan sepadan dalam peperangan. Selain itu, sebenarnya ia juga khawatir bila pertarungan tadi akan menimbulkan luka yang cukup parah bagi keduanya.
“dan kau...kembali ke tendamu!” ujarnya pada Ray yang masih menahan sakit disekujur tubuhnya.
          Ray menurutinya dan berjalan menuju kemahnya.
          Deva mendekati Alvin yang masih sangat kesal. “tadi itu, pertandingan terhebat yang pernah kulihat,” ujar Deva pada Alvin. “ pertarungan antar calon ksatria besar”
“lalu apa yang kau amati?” tanya Alvin
“Cakka berkembang sangat pesat, sekarang ia pantas untuk berada digaris paling depan.”
“dan Ray?” tanya Alvin lagi
“kurasa Duta telah melahirkan seorang petarung hebat lagi. Ray pun pantas untuk berada digaris depan. Dan kau tahu, tadi ia berhasil menemukan kekuatan batinnya,” jelas Deva bersemangat. Ia benar-benar menikmati petarungan tadi.
“apa bentuk kekuatan batinnya?” tanya Alvin yang kali ini benar-benar menyimak cerita dari rekannya.
“ia dapat membuat dirinya menjadi dua,” jawab Deva sambil melipat kedua tangannya. “dapatkah kau bayangkan, bila keduanya bersatu digaris depan, kita mempunyai dua ksatria hebat yang akan sulit untuk dikalahkan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar