Rabu, 11 Mei 2011

Cardan Part 21

Dari pukul delapan pagi tadi, debo bersama beberapa anak didiknya berusaha keras menjinakkan chiby, anjing yang kemarin berhasil deva tangkap. Keempat kakinya diikat dengan tali, empat orang berusaha mengendalikannya. Debo berjalan mendekat dan memukul wajah binatang tersebut agar tunduk padanya. Namun usaha itu malah semakin membuat binatang tersebut marah dan mencoba untuk menyerang debo, untungnya keempat orang yang mengendalikan empat kaki binatang tersebut berhasil menarik kaki yang mengekang tubuhnya.
          Debo mengusap dahinya, ia tahu bahwa binatang ini sangat berbahaya, binatang ini berhasil melukai empat orang kemarin. Ia benar-benar harus berhati-hati menghadapinya. Kemudian, ia melompat kepunggung binatang itu. Kedua tangannya mencengkram rambut chiby kuat-kuat, berusaha menenangkan chiby yang kini meraung-raung dan berusaha menjatuhkan lelaki yang ada dipunggungnya.
“sebentar lagi kau akan jatuh, debo!” teriak alvin yang berada dihadapannya.
          Mendengar itu, debo semakin mencengkram kuat binatang itu. Badannya terpontang-panting kesegala arah karena binatang itu semakin berusaha untuk melepaskan diri dari cengkramannya. Aku takkan jatuh, pikir debo sambil bertahan diatas tubuh binatang itu. Namun beberapa saat kemudian, binatang itu berhasil melepaskan diri dari cengkramannya. Debo terpental dan terjatuh tepat disebelah alvin.
“bukan begitu cara menjinakkan seekor binatang,” kata alvin sambil membantu temannya berdiri. “perhatikan ini!” lali ia berjalan menuju binatang tersebut.
          Alvin merentangkan tangan kanannya kedepan dan berjalan perlahan menuju binatang tersebut. “tenang, chiby!” ujarnya pelan. Alhasil binatang tersebut seakan tenang dan berhenti bergerak.
          Alvin tersenyum. “butuh kelembutan untuk menenangkan hewan liar,” ujarnya pada debo yang tidak menyangka alvin dapat begitu mudah menjinakkan binatang itu. Tangan kanan alvin berhasil menyentuh kepala chiby, kemudian membelainya. Tapi tiba-tiba chiby menampik tangan alvin dan kembali meraung keras. Karena kaget, alvin melangkah cepat menjauhi  binatang itu.
          Debo tertawa terbahak-bahak. “tidak, alvin, bukan hanya kelembutan yang dapat menjinakkaannya, tapi juga ketulusan. Dan kelembutanmu itu tidak tulus karen kau bukanlah orang yang lembut”
          Pria kecil itu memandang sekelilingnya. Ia menemukan gita yang juga sedang melihat binatang besar itu. “gita, kau boleh menjinakkan chiby!” ujarnya.
          Wajah gita tamapak sangat senang ketika mendengar perkataan debo. Ia kemudian mendektai binatang itu. Wanita itu bisu, tapi entah kenapa ia dapat bersenandung. Senandungnya merdu, seperti sebuah lagu. Selama beberapa menit, gita bersenandung dan akhirnya berhasil menyentuh wajah chiby dan membelainya dengan lembut. Lalu ia mengisyaratkan pada keempat orang yang mengekang chiby untuk melepaskan ikatannya. Mereka menurutinya setelah melihat anggukan alvin.
          Binatang besar tersebut sekarang benar-benar sudah jinak, gita benar-benar berhasil menundukannya. Debo berjalan mendekati alvin. “ia bukan wanita biasa,” ujarnya.
“kau benar. Dulu ketika mengambilnya, aku merasa ia mempunyai sesuatu yang istimewa,” jawab alvin.
          Kedua jendral perang itu mengamati gita dan chiby. Seekor binatang buas yang kini tertidur dipelukan seorang wanita yang sangat lembut.
***
          Hari-hari masih terasa dingin menusuk kulit putihnya dimusin hujan ini. Disatu sisi ia tidak sabar menanti musim panas, ketika bunga-bunga bermekaran, dan disisi lain ia tidak ingin semua ini berlalu karena bau tanah yang beru terguyur hujan sangat menyegarkan untuk dihirup.
          Tiga bulan sudah ia berada di kamp pelatihan ini. Ia telah berubah dari gadis yang selalu berada didepan meja riasnya menjadi seorang penyihir yang dibanggakan oleh gurunya.”kau dapat menjadi seseorang yang dapat kuandalkan dimedan pertempuran,” begitu perkataan gurunya, alvin.
          Tiga bulan lalu, ketika moon menyerang icross, ibukota little, ribuan prajurit moon menyerang dan membantai setiap orang yang ada dihadapannya. Siang itu sebenarnya begitu cerah sehingga ia ingin sekali bermain digunung seperti biasa. Namun, entah kenapa, ayahnya melarangnya untuk keluar rumah. Dan pada saat itu, tersengar suara jeritan dan bau kebakaran, ayahnya memaksa dan mengurungnya didalam sebuah kamar bawah tanah.
          Kamar itu hanya cukup untuk dua orang, jadi hanya ia dan adik laki-lakinya sang berusia enam tahun yang berada disana. Ia memeluk adiknya erat dan membungkam mulutnya ketika terdengar suara jeritan, ayah, ibu, dan seluruh pelayannnya. Ia langsung tahu bahwa ayahnya berniat menyelamatkannya dari orang-orang yang memasuki rumahnya.
          Dengan gerakan lambat, asap keluar dari pintu ruangan tersebut yang tepat berada diatas kepalanya. Ia yakin bahwa rumah yang ditinggalkannya sejak kecil telah terbakar. Ia mencoba sekuat tenaga untuk membuka pintu, tapi sepertinya ayahnya telah mengunci ruangan tersebut dari luar.
          Dalam beberapa menit, ruangan sempit tersebut sudah dipenuhi asap dan hawa panas yang masuk dari lantai diatasnya. Ia menutup tubuhnya dan tubuh adiknya dengan selimut. Hawa panas semakin terasa, ia tidak tahu samapai kapan ia akan bertahan, sesaat kemudian hanya warna hitam yang bisa ia lihat.
           Ia tidak tahu sudah berapa lama ia tak sadarkan diri, yang ia tahu hanyalah seorang pria yang kini telah menjadi gurunya, alvin, sedang membopongnya keluar dari reruntuhan rumah. Kobaran api masih menjarlar dan menjilat belok-balok kayu. Pria itu menurunkannya. Seketika dunia terasa berubah. Kepulan asap merebak dimatanya dan tercium bau hangus yang menyengat.
          Desanya kini menjadi sunyi senyap. Ia melihat beberapa orang terbaring ditanah. Rintik hujan membasahi wajah mereka yang nampak ketakutan. Mereka tak akan bangun lagi. Ia langkahi mayat-mayat itu, mencari keluarganya. Ia sama sekali tidak menemukan keluarganya. Ia berusaha meyakinkandirinya bahwa mereka telah menyelamatkan diri.
          Alvin menyentuh punggungnya. Ia sedang menggendong seorang anak kecil, adik lelakinya. Ia menepuk pelan kedua pipi anak itu dan saat itu juga ia tahu bahwa adik kecilnya telah tiada. Ia berusaha untuk menjerit dan menangis, namun lidahnya terasa kelu dan sejak saat itu ia kehilangan suaranya.
          Dikejauhan ia mendengar langkah beberapa orang. Ia masih seperti bermimpi saat beberapa orang itu mendekat. Tiga orang berpakaian prajurit dengan lambang ular melingkari setangkai bunga. Ia belum pernah melihat ketiga orang itu, tapi ibunya pernah menceritakan tentang lambang itu. Ia langsung tahu kalau itu lambang kerajaan moon.
          Alvin menyembunyikannya dibalik pohon. Dan untuk pertama kalinya ia melihat pertarungan berdarah. Orang yang bermuka lonjong, sepertinya pemimpin mereka, mencabut sebilah pedang. Dua orang lainnya menggenggam tombak. Alvin mengepalkan tangan kirinya, mengelak dari pukulan tongkat, dan tangan kanannya mencengkram kepala seseorang yang memegang tombak. Ia menghancurkan kepala orang tersebut dengan cengkramannya, darah langsung menyembur.
          Lalu secepat kilat ia mendekati si wajah lonjong dan membakar badannya dengan api yang keluar dari kedua tangannya. Orang itu menjauhi alvin dengan jerit kesakitan. Orang yang ketiga menjatuhkan tongkatnya, lalu lari sambil berteriak minta tolong.
          Alvin membersihkan tangannya, lalu ia menuju balik pohon memeluk perempuan malang itu. Sedetik kemudian mereka berdua sudah berada ditempat lain. Gita berdiri dengan keadaan gemetar. Ia menyembah, berusaha bersuara untuk mengucapkan terima kasih. Saat itu juga ia memutusakan untuk mengabdi pada alvin selama hidupnya dan saat itu pula pri aitu mengganti namanya dari gita charni menjadi gita tobing.
          Sejak peristiwa itu, walaupun kehilangan suaranya, pendengaran gita masih normal, namun terkadang ia sering dianggap sebagai seorang yang bisu dan tuli, seperti kebanyakan kaum tuna wicara. Ia tidak pernah merasa terganggu pada anggapan salah padanya, malahan ia merasa itu suatu keuntungan. Ia dapat mendengarkan pembicaraan alvin dan debo dari luar tenda mereka. Ia dapat jelas mendengar keraguan dari keduanya. Suara mereka tampak lesu ketika membicarkan pertempuaran yang akan dihadapi esok lusa. Untuk sesaat ia membuka mulut ketika alvin mengatakan bahwa peluang stars  untuk menang akan sangat tipis, bahkan kemenangan stars ada ditangan ray. Pemuda itu harus dapat mengalahkan siafrik yang diramalkan akan hadir esok lusa.
          Gita menelan ludahnya ketika mendengar bahwa dirinya akan bertugas bersama cakka untuk mendampingi ray. Pertarungan yang akan terjadi di pertarungan melindungi batu suci yang letaknya tepat berada dipusat kota dan dibawah permukaan kota.
          Ia tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan mempertaruhkan hidup untuk sebuah kerajaan yang bukan kerajaannya. Little kini masih dalam situasi perang. Isu yang terdengar memang sedikit melegakkannya. Moon sudah mulai mundur dari little, tapi ia belum yakin tentang itu. Ia masih ingin tahu keadaan ayah ibunya disana. Walau alvin mengatakan bahwa mereka pasti telah tiada, gita tidak pernah berhenti berharap untuk keselamatan orang tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar