Dengan letih dan tak berdaya, deva ekada memasuki kamar perawatan. Seperti sudah diduganya, tabib bersikeras agar ia langsung beristirahan dan menjalan sejumlah perawatan. Luka-lukanya cukup melumpuhkan, hingga ia tidak punya tenaga untuk mengurusi semua yang harus diselesaikannya. Ia merasa harus langsung menjalankan tugas untuk mempersiapkan para psukan yang masih ada di stars dan memikirkan strategi pertahanan.
Lesu dan merasa sangan kecewa, ia menarik selimut dan berbaring di ranjang. Ia mencoba memejamkan mata. Mungkin aku memang harus beristirahat, pikirnya. Hampir lima belas menit memejamkan mata, ia masih belum juga tertidur. Tampak seorang lelaki disamping ranjangnya ketika perlahan ia membuka mata. Senyum yang sangat dikenalinya.
“apa kabar, Deva?”
Deva mengernyitkan matanya dan melihat wajah khawatir duta.
“duta.” Deva sangat senang dan benar-benar terhibur dengan kedatangan sosok yang sangat ia kagumi dan hormati, yang juga sekaligus gurunya.
“sivia memberitahuku bahwa kau telah datang di stars dan sedang dirawat disini.”
“kukira kau telah pergi dan memutuskan untuk menghilang dari kami semua,” gumam deva.
“ada satu alasan besar yang mengharuskanku kembali kesini. Dan kau tahu itu.”
“omong kosong. Aku yakin benar bahwa kau tidak akan begitu saja pergi dari stars.” Deva menegakkan tubuhnya yang sedang bersandar pada bantal. “oh ya, kau telah melahirkan seorang petarung hebat lagi”
Duta tertawa terbahak-bahak ketika mendengar perkataannya. “anak itu memang mempunyai bakat besar, aku hanya membantunya sedikit,” ujar duta merendah.
Sore itu, dibawah sorot remang cahaya ruang perawatan, deva berpikir betapa besarnya duta dengan seluruh jasa dan segala kerendahan hatinya. Stars sangat beruntung memiliki seorang sepertinya dan deva beruntung bisa mengenal dekat orang ini.
“sudahlah, kau harus beristirahat.” Duta membantunya kembali berbaring. “ada yang bisa kuambilkan?”
“tidak, tidak perlu, terima kasih, duta.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar