Sudah dua jam obiet menunggu hasil akhir dari para tabib istana. Barusan ia mendapat pesan bahwa setelah mendapat hasil akhir ia harus segera menghadap winda untuk melaporkan kasus ini. di benaknya ada dua orang tersangka, iza, sipir penjaga lantai tersebut, dan ony. Menurutnya, iza tidak mungkin melakukannya. Seorang penjaga pastinya tidak mungkin bisa membunuh seorang penjahat berat seperti eksel. Eksel dihukum karena membunuh dua ksatria besar stars. Butuh tujuh ksatria dan puluhan pasukan untuk menangkapnya dulu. Benar-benar tidak masuk akal bila iza yang membunuhnya.
Semua pikirannya terpusat pada satu nama, ony. Sudah jelas bahwa orang tersebut mempunyai ilmu sihir yang sangat tinggi yang mampu membunuh eksel. Jika memang ia pelakunya, pertanyaan yang timbul adalah mengapa ia membunuhnya? Bagaimana ia bisa membunuhnya? Bagaimana eksel bisa keluar dari selnya?
Tak lama seorang tabib datang menghampirinya dengan wajah gugup. “tabib tersebut mengatakan bahwa tahanan tersebut dapat dipastikan mati terbunuh.” Ia menghembuskan napas pendek. “namun ia belum bisa memberi hasil akhirnya sekarang. Ia masih membutuhkan satu hari lagi.”
Obiet berdiri, kemudian memandang wajah anak muda tadi. “bisa aku bertemu dengan tabib kepala istana?”
“mmm....” tabib muda tadi menggaruk kepalanya. “mungkin lebih baik besok saja. Ia sedang meneliti mayat itu dan sepertinya ia tidak mau diganggu. Mmm....dan sekarang sepertinya aku harus membantunya. Permisi...,” jawabnya gugup seraya pergi meninggalkan obiet
Ini bukan pembunuhan biasa, pikirnya. Setahunya, tabib kepala istana dapat dengan mudah menyimpulkan penyebab kematian seseorang. Kali ini, ia meminta tambahan satu hari untuk meneliti. Obiet semakin yakin bahwa eksel tidak dibunuh oleh sembarang orang. Sekarang, ia benar-benar yakin bahwa ony yang membunuh eksel. “aku harus menemuiwinda,” ujarnya dalam hati.
***
Ketika obiet berjalan menyusuri koridor, menuju ruangan winda, tiba-tiba putri acha dan duta mencegatnya.
“aku harus bicara denganmu!” ujar acha singkat, langsung membawa obiet menuju taman koridor dan memintanya duduk dikursi taman.
“apa kau sudah tahu berita tentang eksel, putri?” tanya obiet sambil menundukkan kepalanya.
“ya, aku sudah tahu. Itulah yang ingin kubicarakan denganmu,” jawab acha. “aku rasa ony...”
“pikiranmu sama denganku,” sela obiet. “hanya dia yang mampu membunnuhnya, iza tidak mungkin mampu membunuh eksel”
Acha memandang langit. Ia tidak menyangka mengapa ia bisa masuk dalam masalah seperti ini. ia pasti akan jadi saksi penting dalam kasus ini karena ia merupakan tamu terakhir yang diterima ony hari itu.
“aku ingin kau tidak memberi tahu winda dan raja perihal kedatanganku dan putri kesana kemarin,” ujar winda dengan suaranya yang serak. “aku akan membantumu menyelidiki kasus ini.”
Mendengar perkataan duta, obiet kebingungan. Ia berada dalam posisi sulit. Duta memintanya untuk tidak memberi tahu kedatangan mereka kemarin. Itu artinya, ia harus mengurangi laporan dan membohongi winda.
“tidak!” teriak acha menyela. “bila menurutmu itu patut dilaporkan, laporkan saja”
“tapi, putri...,” ujar duta pendek.
“tidak, duta. Orang yang berbohong adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Dan kita tidak layak meminta seseorang untuk menjadi seperti itu,” jawab acha tegas.
Duta mengerti. Tapi masih sangat khawatir gabriel akan marah dan menghukum putrinya. Ayahnya pasti akan melarangnya menemui ony. Dan duta yakin benar bahwa bila hal ini terungkap dihadapan gabriel, ia akan mendapat teguran keras dari raja stars tersebut.
“obiet, aku ingin tahu alasan sebenarnya ony dipenjara,” kata acha lembut. “apa yang sebenarnya telah dilakukannya?”
“apa kau benar ingin tahu?” obiet yang masih kebingungan kebali bertanya kepada acha. Acha mengangguk.
“ia membantai seluruh pendeta di kuil dewi furita.”
Acha dan duta terkejut, bagaimana seseorang begitu tega membunuh pendeta dikuilnya sendiri. “lalu?”
“dulu, sebenarnya ony adalah seorang ksatria besar di garinka. Banyak peperangan yang dimenangkannya, ia adalah pahlawan dan sangat dikagumi baik rakyat dari banyak kerajaan-kerajaan yang ada dipenjuru garinka sampai kedaratan besar lainnya.” Obiet menghela napas sebentar. “ia senang semua orang tersenyum dan memberi hormat padanya. Sejak saat itu sifat arogantnya mulai muncul. Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan dikota, ia berpapasan dengan seorang pendeta. Entah karena terburu-buru atau tidak melihat ony , sang pendeta menabraknya. Tanpa senyum dan tanpa penghormatan sedikit pun, sang pendeta kembali melanjutkan perjalanan. Keesokan harinya, ony pergi ke kuil furita dan menemui kepala pendeta. Ia menuntut permohonan maaf dari para pendeta karena insiden kemarin. Kepala pendeta menolaknya karena merasa tidak ada yang salah dengan hal itu dan tidak ada cukup alasan baginya untuk memohon maaf pada ony. Karena geram, ony membantai semua pendeta yang ada di kuil tersebut padda hari itu”
Acha terdiam beberapa saat setelah mendengar cerita obiet. Bagaimana seseorang bisa begitu tega membunuh pendeta, pikirnya. “aku yakin sangat sulit menangkapnya saat itu.”
“tidak. Sama sekali tidak sulit,” jawab obiet pendek. “ia datang menyerahkan diri. Setidaknya itu yang diceritakan oleh para pendahuluku”
Kemudian dia berdiri. “aku mohon diri, winda menungguku diruang singgasananya.” Lalu ia berjalan masuk istana.
“duta, apa yang harus kita lakukan?” bisik acha. “kau tahu kan apa yang diucapkan oleh ony kemarin?”
“eksel tidak akan menggangumu lagi!” kutip duta. “ehmm.... aku rasa ibumu tahu apa yang harus kita lakukan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar