Selasa, 10 Mei 2011

Cardan Part 20

Pagi ini cakka merasakan pusing yang luar biasa dikepalanya, pasti karena tadi malam ia mabuk bersama pengunjung bar yang mengaguminya. Ia membasuh wajahnya dan berccermin. “wajah yang tampan, benar-benar tampan,” gumamnya.
               Tak lama kemudian, bel kamarnya berbunyi. Ia langsung membukanya, itu pasti pelayan yang membawanya sarapan pagi untuknya.
“kau harus segera pergi dari sini!” ujar ify yang ternyata ada didepan kamarnya. Kemudian gadis itu langsung masuk kedalam kamar.
“apa maksudmu?” tanya cakka sambil menutup pintu.
“seluruh garinka akan mencarimu,” jawab ify sambil memberikan koran hari ini, yang memuat wajah cakka dihalaman depan.
               Cakka langsung membacanya dan tersenyum, mengagumi dirinya sendiri. “bukankah ini suatu hal yang sangat bagus. Lawan-lawanku nanti pasti akan ketakutan”
“ya, kau benar. Lawan-lawanmu pasti akan ketakutan,” ujar ify, memberikan selembar kertas lagi pada cakka. “mereka akan melawan buronan dari banyak kerajaan yang ada di garinka.”
               Cakka menyentuh dagunya, janggutnya mulai tumbuh kasar. Kertas itu memuat gambar dirinya lima tahun lalu. Sebenarnya, ia adalah anggota kaum perampok terbesar di garinka. Ia bisa menjadi murid alvin, dua tahun lalu, karena kebetulan. Dua tahun lalu, ia bersama kelompoknya berencana merampok sebuah kereta kuda, yang menurut informasi memuat banyak persenjataan, dari stars menuju little. Ia bersama kelompoknya sukses merampok, namun ketika ia hendak kembali ke markasnya, pasukan alvin mengejar dan menangkapnya beserta seluruh anggota kelompoknya saat itu.
               Waktu itu, ia dengan sengit bertarung melawan alvin, lalu ia kalah. Alvin melepaskan seluruh anggota kelompoknya, tapi meminta cakka ikut dengannya. Cakka pun mengikutinya dan menjadi murid terbaik di kamp pelatihannya.
“mungkin mereka tidak dapatmengenaliku lagi, wajahku sudah sangat berbeda dari gambar ini. dan mereka tidak bisa menuduhku begitu saja bila mereka tidak mempunyai bukti yang cukup.”
“apakah ini kurang cukup untuk dijadikan sebuah bukti, tuan cakka?” tanya ify sambil menyentuh tato dipundak cakka. Tadi pagi sebelum mandi, ia mulai mengingat arti tato cakka yang dilihatnya kemarin. Tato tersebut merupakan lambang dari voler, kaum kedua yang paling dibenci, setelah moon, di garinka.
“sudah! Sudah! Jadi, apa yang harus kulakukan?” bentak cakka.
“seharusnya kau harus menggunakan otakmu yang kecil itu sebelum mengikuti ajang terbesar di garinka. Tapi, menurutku, reputasimu mungkin akan menjadi lebih baik dari ajang itu.”
               Raut kesalterlukis jelas diwajah cakka setelah mendengarnya. Ify benar, ajang yang diikutinya biasanya akan menyorot para pesertanya. Dan peserta dengan reputasi buruk sepertinya akan dengan cepat terungkap. Cakka adalah salah satu dari banyak anggota voler yang dicari oleh beberapa kerajaan di garinka. Aku dalam masalah besar, pikirnya sambil menundukkan wajah.
               Keheningan berada dikamar tersebut beberapa menit, ify melihat cakka menyadari kesalahannya. Lelaki yang malang, pikirnya. Beberapa saat kemudian, bel pintu kamar cakka berbunyi lagi.
“biarkan saja, mungkin hanya pelayan yang mengantarkan sarapan,” kata cakka
               Ify berjalan menuju pintu, mengintip dari lubang pintu untuk mengetahui siapa yang membunyikan bel kamar. Betapa terkejut dirinya ketika mengetahui bahwa yang membunyikan bel adalah beberapa pasukan istana.
“kau harus keluar,” ujar gadis itu sambil berlari, kemudian membuka jendela. “cepat pergi! Itu adalah para pasuka istana yang akan menangkapmu!” tanpa banyak pikir cakka menurutinya.
“temui aku direstoran melodie!” ujar ify
               Kemudian lelaki itu keluar meloncat dari jendela, dengan jarak yang cukup tinggi, karena kamarnya berada dilantai tiga. Tapi bagi seseorang dengan kemampuan seperti cakka, hal itu bukanlah suatu masalah besar.
“apa yang harus kukatakan pada mereka?” gumam ify setelah menutup jendela.
               Dengan gesit ia menarik sebuah taplak meja dan mengikatnya dipinggul sehingga membuatnya nampak seperti pelayan. Kemudian ia memuka pintu. “tuan itu kabur melalui jendela!” ujar ify
               Tanpa banyak tanya, setelah memeriksa jendela, mereka langsung keluar lagi mengejar buronan. Ify mengikuti mereka dari belakang.
               Ify tidak pernah menyangka bahwa gadis sepertinya akan membantu seorang buronan. Anehnya, ia sangat bersemangat untuk lebih mengenal pemuda itu. Saat jam menunjukkan pukul sebelas, ia telah berada dipintu keluar penginapan, ia punya janji yang harus ditepati.
“ify!” teriak pemilik penginapan dari belakang lalu berjalan menghampirinya. “yakinkan aku bahwa kau yang membantu buronan itu kabur.”
               Raut wajah gadis itu berubah, tampak cemass namun tidak menunjukkan wajah bersalah. Ia berharap pria itu takkan marah kepadanya karena melakukan hal tersebut.
“kau sudah tahu bahwa ibumu tewas oleh kaum buronan itu,” lanjutnya dengan tatapan serius. “bila kau tahu tempatnya berada, kau harus memberitahukannya pada pasukan kerajaan!”
               Ibunya tewas terbunuh beberapa tahun lalu, para saksi memang mengatakan bahwa saat itu mereka sedang dirampok dan ibunya mencoba melawan, yang kemudian berakhir dengan kematiannya. Yang tertinggal hanya cincin kawin yang tak sempat diambil dan masih melingkar dijari ibunya.
               Ify mengangkat tangannya dan mengamati cincin kawin perak milik ibunya yang kini melingkar di jari manisnya. Ia  menghela napas. Tidak aka yang bisa memastikan bahwa perampok yang membunuh ibunya adalah salah seorang anggota voler.
               Ia memandang wajah pemilik penginapan tersebut yang geram dan pasti sangat kesal. Ia pasti belum bisa melupakan kepergian istrinya dan belum bisa memaafkan pembunuhnya.
               Ify memluk pria itu. “aku tidak tahu dimana pemuda itu, ayah.” lalu ia menepuk pelan pipi gemuk ayahnya. “kurasa kau butuh sedikit istirahat.”
               Ia mulai memikirkan ulang apa yang akan dilakukannya, mungkin ia harus menuruti perintah ayahnya dan melaporkan keberadaan cakka pada pasukan kerajaan. Ia kembali menghela napas. Aku harus bertemu dengannya, ia memutuskan. Ada sesuatu yang menarik dari pemuda itu.
               Ia pergi meninggalkan penginapan setelah terlebih dahulu berpamitan dengan ayahnya. Ia mengatakan pada ayahnya bahwa ia harus membeli senar untuk harpanya. Ayahnya mengizinkan, pria itu merasa anjuran putri semata wayangnya itu ada benarnya. Mungkin ia memang butuh sedikit istirahat.
               Gadis ramping itu berjalan menyusuri pertokoan. Hari ini jalanan penuh sesak dengan para pedagang dari luar stars yang hendak merayakan perayaan dewi furita esok lusa. Senyum manis terbentuk diwajahnya. Dengan banyaknya pendatang sudah pasti penginapannya akan penuh dan setelah semua ini berakhir, ia dan ayahnya akan mempunyai cukup uang untuk berlibur, seperti yang telah dijanjikan ayahnya sejak lama.
               Sepuluh menit kemudian ia sampai ditempat tujuannya. Melodie adalah sebuah restoran kelas menengah, yang sebenarnya menjadi saingannya, karena tahun lalu penginapannya juga membuat restoran kelas menengah dilantai dasar. Ia membalas senyum penjaga pintu yang mempersilakannya masuk, lalu membukakannya pintu. “pelayanan yang ramah, ayah harus menirunya,” gumamnya pelan.
               Ia memandang sekeliling untuk mencari cakka disetiap sudut tempat itu, ada sekitar dua puluh meja dan sebuah bar. Namun, ia tidak menemukan pemuda itu. Mungkin sebentar lagi ia akan datang, pikirnya.
               Seorang pelayan restoran menghampirinya lalu menunjukkan sebuah tempat yang kosong. Ia menurutinya lalu duduk ditempat yang telah disiapkan. Kemudian pelayan tersebut memberikannya buku menu.
“aku akan pesan nantu saja,” ujar ify lembut. “aku sedang menunggu seseorang.”
               Pelayan tersebut tersenyum lalu meninggalkan tamunya. Dengan pelayanan seperti ini ify rasa restorannya tidak lama lagi akan kehilangan banyak pelanggan. Ia kembali melihat sekeliling. Meja-meja tertata rapi, semuanya bertaplak kain merah dengan salur emas, tampak mewah. Sebuah lukisan besar disetiap dindingnya, mengangumkan. Penerangannya remang-remang, suasana hangat sekaligus berkelas. Tapi setidaknya tempatku mempunyai panggung musik.
               Sudah lima belas menit, ify duduk termangu dimeja restoran tanpa memesan apapun. Pelayanan restoran memandangnya tajam, mungkin karena kehilangan kesabarannya atau bersiap menunggu isyaratnya untuk memesan.
               Ify mengangkat tangannya, mengisyaratkan bahwa ia akan memesan. Sebelum pelayan itu menghampirinya dan memberinya buku menu, ia langsung berkata, “aku memesan segelas jus buah.” Kemudian menurunkan tangannya lalu tersenyun. “itu saja, terima kasih!”
               Sesaat ify mengamati sekelilingnya yang bertambah ramai. Aroma makanan lezat bercampur suara percakapan pengunjung. Seketika itu ia baru menyadari sesuatu. Bagaimana aku bisa begitu bodoh? Pikirnya. Ia tidak mungkin datang kesini. Seorang buronan tidak mungkin datang kesebuah tempat umum.
               Ketika pramusaji menyajikan pesanannya, ia merogoh saku dan mengeluarkan selembar uang kertas bernilai satu djisoe ( karena dicerita ini bukan di indonesia dan dicerita ini menceritakan pada zaman dahulu, sekitar tahun 700-an ) dan meletakannya diatas meja. Ia mencicipi jus buahnya, hanya beberapa teguk, kemudian berdiri.
“simpan kembaliannya. Terima kasih banyak,” ujarnya sambil pergi dari tempat tersebut.
               Ia menunggu gadis itu diluar restoran, dibalik sebuah pohon besar sebrang restoran, disebuah taman kota. Ketika gadis itu keluar dari restoran, emosinya bercampur aduk, antara aneh dan jengkel. Aneh, karena ia tidak tahu apa yang membuatnya memutuskan kembali bertemu dengan gadis tersebut, dan jengkel karena menurutnya, gadis itu sangat bodoh, mengajaknya bertemu disebuah restoran ramai. Sekarang saja, walaupun tidak ada orang disekitarnya, ia harus memakai topi dan berjalan menunduk untuk menutupi wajahnya.
               Untunglah gadis itu menyebrang jalan  dan menuju taman kota. Hanya sedikit orang berada disana, apalagi pada wkatu makan siang seperti ini. ia lalu menngikuti gadis itu dengan jarak yang lumayan jauh.
               Gadis itu berhenti disebuah kolam, tepat ditengah taman. Membasuh wajahnya, kemudian duduk ditepinya, memandangi kawanan merpati yang sedang berkumpul didepannya.
               Setelah mengamati sekitar, memeriksa apakah ada pasukan kerajaan. Ia berjalan berputar, bermaksud menghampirinya dari belakang. Tanpa bersuara sedikit pun, sekarang ia sudah berada didekat gadis tersebut.
“jangan bersuara keras,” ujarnya sambil membekap mulut gadis itu. “ini aku.” Kemudia melepaskan tangannya.
“mengapa kau harus datang dengan tiba-tiba?” ujar ify dengan nada sedikit jengkel. “kau bisa datang dengan cara yang biasa saja.”
“ide bagus. Dan semua merpati akan terbang panik,” jawab cakka kesal. “dan membuat semua orang yang ada ditaman ini melihatku. Sebenarnya, ada apa sehingga aku harus menemuimu disini?”
               Ify menoleh ke arah cakka dan meminta pemuda itu duduk disebelahnya. Kemudian cakka menemaninya duduk ditepi kolam.
“ini adalah kolam pengharapan dan penghiburan. Konon permintaan kita akan terkabul dan kesedihan kita akan terhibur bila mencuci muka dengan menggunakan air kolam ini,” jelas ify, ia kemudian membasuh wajah dan kedua tangannya.
               Wajahnya tampak bercahaya ketika tetesan air turun perlahan, meliuk sesuai dengan alur wajahnya. Cakka menatap ify dengan mulut terbuka seperti orang idiot. Ia belum pernah bertemu dengan gadis secantik ify dan ia yakin ada sesuatu dalam diri gadis tersebut yang sangat menarik.
               Ify membasuh wajah cakka dengan tangannya yang masih basah. “cakka...kuharap kau segera pergi dari kota ini. firasatku mengatakan bahwa kau dalam bahaya. Bukan karena kau kini seorang buronan, tapi karena hal lain. Aku tidak tahu apa itu.”
               Mulut cakka masih terbuka. Selama hidupnya, ia belum merasakan kelembutan seperti ini. dari kecil ia sudah dititipkan oleh orangtuanya ke persembunyian voler untuk dididik dan dilatih. Ayahnya merupakan seorang voler dan yakin bahwa setiap anak laki-laki yang lahir dari darah voler harus segera dititipkan untuk menjalani latihan berat dan kehidupan keras seperti layaknya seorang voler. Umur delapan tahun ia sudah menjadi pencopet ulung dengan kecepatan luar biasa. Umur sepuluh tahun ia sudah membunuh salah seorang prajurit kerajaan yang melihatnya mencopet.
               Ia sangat ingin memeluk ify. Wangi tubuhnya seolah mengundang cakka untuk mendekap dan menciumnya. Tapi kemudian ia mendengar suara hatinya, wanita ini terlalu indah untuk menjadi miliknya. Seorang dengan masa lalu yang hitam sepertinya sangat tidak layak untuk mendapatkan wanita seperti ify.
“baiklah,” kata cakka sambil berdiri dan melangkahkan kakinya keluar kolam. “aku akan pergi dari kota ini. kuharap kita akan segera bertemu lagi.”
               Ify sama sekali tidak berbalik menghadapnya dan tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya ketika cakka dengan secepat kilat menghilang. Tanpa terasa tetesan air mata telah membasahi wajah ify.
“aku ingin bertemu dengannya lagi,” lirihnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar