Menjelang siang, serbuk sari merah jambu sudah menyelimuti pixie hollow. Debu itu mengapung di sup kastanye pada waktu makan siang. Menempel dirambut para peri, melekat disayap mereka. Dan, tentu saja, membuat semua peri bersin-bersin.
Keke mengeluh dari tempat duduknya diatas jamur bintik-bintik. “sudah kubilang, jangan menanam benih tanpa tahu asal-usulnya,” katanya. Ia bersin dua kali dan membersit hidungnya, lalu menatap tanaman itu lekat-lekat. “tapi bagaimanapun,” tambahnya, “ini tanaman paling luar biasa.”
Oik cemberut menatapnya, tapi keke tidak menyadarinya. Ia sudah mencoret-coret lagi dibukunya.
Tepat saat itu, seorang peri meluncur masuk ke kebun. Ia mengerem dan berhenti tepat dihadapan oik. Peri itu shilla. Dan ia tampak marah sekali.
“seharusnya kau mencabut...makhluk itu ketika masih tunas,” omel shilla. Sambil bicara, ia mencoba menepiskan serbuk lengket dari sayapnya. Shilla benci apa pun yang bisa menghalanginya terbang cepat. Ia begitu marahnya hingga tidak mau memanggil oik dengan sebutan sayang atau kekasih.
“mari aku bersihkan sayapmu, shilla,” kata oik. Ini tawaran istimewa bagi peri. Dengan cara itu oik ingin menunjukkan penyesalannya.
“aku satu-satunya peri yang boleh menyentuh sayapku!” hardik shilla. Ia berpaling dan menunjuk tanaman itu. “kalau kau tidak menebangnya, aku yang akan melakukannya. Aku yakin salah satu peri bakat kayu akan senang hati meminjamkan kapak.”
Untuk pertama kalinya dalam sejarah pixie hollow, banyak peri setuju dengan shilla. Sepanjang siang sampai sore, peri-peri datang pada oik untuk mengeluh tentang tanamannya.
“haaat...chii! aku terpaksa membuang lima kue biji ek,” kata cahya pada oik. “setiap kali aku...aku...haaat...chii...bersin, kueku kempes! Kalau malam ini tak ada makanan, semua ini gara-gara tanamanmu.”
Bahkan gabriel, peri laki-laki yang biasanya ceria, merasa kesal. “serbuk merah jambu itu bercampur dengan debu peri,” katanya pada oik. “serbuk itu mengacaukan segalanya. Alat-alat musik peri bakat musik hanya mau bermain pada nada B minor. Dan peri bakat cuci tidak bisa mencuci. Sabun mereka jadi gila dan ruang cuci penuh busa sabun setinggi dua puluh senti! Tak lama lagi,” ia menambahkan dengan lesu, “kita tidak bisa terbang lagi.”
Oik menemukan tempat sepi ditanah yang ditumbuhi daun semanggi dan duduk disana sendirian. Sepanjang hari, tidak satupun peri datang untunk mencium mawar atau berjalan-jalan diantara bunga-bunga dikebun. Mereka hanya datang untuk mengeluh.
Bumble menatap oik dengan sedih. Ia terbang mendekat dan menabrak lengannya.
Ketika oik tidak bereaksi, bumble terbang melingkar-lingkar dan berkelok-kelok. Ia berpura-pura terlalu banyak makan serbuk sari. Biasanya tingkah lakunya itu membuat oik tertawa.
Tapi oik diam saja, tersenyum pun tidak. “jangan bercanda sekarang, bumble,” katanya lesu.
Oik melihat keke terbang mendekat. Ia berharap peri itu segera pergi saja. Oik tidak perlu mendengar lagi kata-kata, “apa kubilang.”
“hari yang menyebalkan, ya?” kata keke sambil mendarat didepan oik.
Oik mengangkat bahu.
“lihat sisi baiknya, oik,” kata keke sambil duduk disisinya. “hidung semua peri sekarang tersumbat dan tidak bisa mencium bau busuk bunga itu.”
Oik tertawa. Tapi sekejap kemudian senyumnya hilang.
“semua peri menyuruhku menangani tanaman itu,” katanya pada keke. “tapi apa yang bisa kulakukan? Bisakah kita menghentikan awan agar tidak menurunkan hujan? Bisakah kita menghentika angin agar tidak tertiup? Tanaman itu hanya melakukan tugasnya.”
Oik menatap tanaman itu. Sekalipun penampilannya jelek, baunya busuk, dan serbuknya gatal, ada sesuatu yang istimewa pada dirinya.
“kurasa dia memiliki sesuatu yang belum dapat kita lihat,” tambah oik
Keke mengangguk. “kurasa juga begitu.” Tiba-tiba pikiran lain melintas, dan ia jadi ketakutan. “menurutmu itu sesuatu yang buruk? Sekarang saja dia sudah begitu merepotkan....”
Oik menggeleng. “kurasa bukan. Aku selalu tahu bila ada masalah berat karena tanaman-tanaman dikebunku memberitahuku,” ia menjelaskan. “kalau mereka tegang, aku tahu akan ada badai besar. Kalau ada kebakaran dihutan, bunga-bunga memberitahuku bahkan sebelum aku dapat mencium bau asap. Tapi sejak aku menanam benih aneh itu di kebunku, tanaman-tanamanku kelihatan tetap bahagia dan sehat.”
Keke menatap ke sekelilingnya. Benar. Kebun itu penuh warna-warni meriah. Bahkan daun-daun semanggi yang mereka duduki tampak lebih hijau dan tebal dari biasanya.
“kalau tanaman itu memang jahat, kebunku takkan tampak sesegar ini.” Oik menghela napas. “tapi peri-peri lain begitu marah padaku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ingin tanaman di kebunku membuat mereka bahagia, bukan sengsara.”
“tanamanmu membuatku bahagia,” kata keke pelan. Ia menunduk dan memetik daun semanggi. “seharusnya aku membela tanaman kita hari itu, ketika tawon-tawon datang. Aku menyesal.”
“tidak apa-apa,” kata oik
“aku suka berkebun denganmu,” lanjut keke. “peri-peri kebun yang lain tidak suka aku datang ke kebun mereka. Tahukah kau, aku tahu apa yang mereka gunjingkan tentang diriku. Kata mereka, aku peri yang tidak lengkap.”
Oik menelan ludah. Sebelum menjadi peri, peri adalah tawa. Tapi kadang-kadang sebagian kecil tawa itu pecah dan tawanya berubah menjadi peri yang tidak utuh. Peri seperti itu disebut “tidak lengkap”
Oik pernah mendengar peri lain mengatakannya. Ia tidak sadar keke juga tahu. Tiba-tiba ia menyesal mengingat saat-saat ia sendiri berharap segera pergi dari kebunnya.
“itu tidak benar,” kata oik pada keke.
“mungkin aaku memang tidak lengkap,” kata keke. “seperti setiap peri bakat kebun, aku juga suka pada tanaman. Tapi aku tidak bisa secara alami merawat tanaman seperti kau. Tahukah kau, aku berbohong soal buttercup di kebunku. Bunga-bunga itu tidak sebesar panci sup. Bahkan sama sekali tidak bsar.”
Oik terkejut. Selama ini keke selalu membanggakan kebunnya.
Keke mengangguk malu. “aku sulit mengingat sesuatu. Aku lupa tanaman mana yang butuh keteduhan, dan mana yang perlu banyak sinar matahari. Tanaman mana yang suka disiram pada pagi hari, dan mana yang lebih suka disiram pada malam hari. Itu sebabnya aku mulai mencatat. Lalu akueasyikan. Aku mulai menuliskan semua informasi yang kudengar tentang tanaman –tanaman di never land.” Ia menggelengkan kepala. “tapi kurasa itu tidak sama dengan memiliki kebun sendiri.”
Oik memikirkan kata-kata keke sejenak. Lalu ia tersenyum. “kau punya kebun,” katanya.
Keke kelihatan bingung.
“disini.” Oik mengetuk-ngetuk sampul buku tanaman keke. “kebunmu ada dihalaman-halaman ini. Kurasa dikebunmu ada banyak sekali tanaman, jauh lebih banyak daripada kebun mana pun di pixie hollow.”
Sekarang keke tersenyum. Selama beberapa saat kedua pari itu duduk sambil memeluk lutut. Mereka memerhatikan tanaman yang aneh dan jelek itu.
“memang ada sesuatu yang istimewa pada tanaman itu,” kata keke akhirnya.
“apa?” tanya oik
“dia mendekatkan kita sebagai teman,” jawab keke
***
Malam itu setelah makan, oik ke kebunya sekali lagi. Ia berdiri lama sekali menatap tanaman misterius itu.
“darimana asalmu?” gumamnya. “tanaman apa kau sebenarnya? Mengapa kau membawa begitu banyak kesulitan?”
Angin bertiup. Serbuk sari turun lagi dari bunga-bunga. Oik bersin tiga kali berturut-turut. Haaat.....chi! haaat...chi! haaat....chi!
Angin berubah arah, dan tiba-tiba oik merasakan ada perubahan juga dikebunya. Buttercup, rumput, lavender, bahkan si tanaman misterius tiba-tiba seperti berjaga-jaga. Mereka seolah-olah menunggu sesuatu.
Setetes air turun dari langit, jatuh dikepala oik dan membasahi rambutnya. Titik-titik air jatuh ditanah disekitarnya.
Hujan! Disekitar oik, rumput-rumput mulai tegak. Mereka sudah lama menunggu hujan.
Hujan semakin deras. Oik merentangkan lengan dan membiarkan dirinya basah kuyup. Hujan membersihkan serbuk sari dari rambut dan kulitnya.
Ketika tiba waktunya oik meninggalkan kebun, sayapnya sudah terlalu basah untuk terbang. Ia terpaksa berjalan ke home tree. Tapi ia tidak keberatan.
Malam itu, ia terjaga sampai larut malam. Ia memandang hujan dari jendela kamarnya. Untuk pertama kalinya selama berhari-hari, oik merasa bahagia. Hujan membersihkan pixie hollow, hujan melenyapkan semua serbuk sari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar