Senin, 21 Maret 2011

Oik Dan Tanaman Misterius Part 1


               Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, oik terbangun mendengar cicit burung-burung didahan tertinggi home tree, pohon mapel tua tempat tinggal para peri never land. Ketika ia membuka mata, dilihatnya dinding kamarnya ikut bergerak sementara pohon besar itu merentangkan dahannya ke arah matahari pagi. Oik menyibakkan selimut daun pakisnya dan meregangkan tangan keatas.
               Oik turun dari ranjang dan membuka pintu lemarinya yang terbuat dari labu kering. Ia memilih kemeja dari tanaman berduri dan celana yang di rajut dari bulu-bulu bunga dandelion. Tidak seperti peri-peri lainnya, oik tidak suka memakai gaun sutra laba-laba dan sepatu bertumit tinggi. Ia suka pakaian yang sederhana.
               Diruang teh, oik sarapan seperti biasa, secangkir ter sereh dan seiris kue biji poppy.  Beberapa peri bakat kebun lainnya duduk berlama-lama dimeja sarapan. Mereka menambah isi poci teh dan melapisi roti mereka dengan selai beri hitam. Tapi oik tidak. Begitu piring dan cangkirnya kosong, ia langsung menyingkirkannya dan terbang ke kebunnya.
               Kebun oik hanya dua lompatan kodok jauhnya dari home tree, tepat ditengah-tengah pixie hollow. Semua peri sepakat bahwa kebun itu salah satu tempat terindah di seluruh kerajaan peri. Disatu sisi ada barisan semak raspberry. Disisi lain, semak mawar liar menambahkan keharumannya. Di mana-mana bunga poppy merah dan jingga bersembulan dari tanah. Kelompok-kelompok bunga renda queen anne dan lilac membentuk belukar yang nyaman, dan disitulah para peri sering duduk merenung. Diseluruh kebun, daun semanggi tumbuh berkelompok-kelompok. Sempurna untuk dijadikan tempat tidur siang.
               Kebun ini tempat favorit banyak peri. Mereka sering mampir kesini. Peri bakat panen memetik raspberry dari semak-semak. Peri bakat menyembuhkan mengumpulkan tanaman untuk diramu jadi obat. Peri-peri lain berjalan-jalan santai diantara bunga-bunga yang indah dikebun.
               Oik selalu senang menyambut mereka semua. Selain bekerja dikebunnya, oik paling suka melihat para peri menikmati keindahan tanaman-tanaman peliharaannya. Para peri juga suka ditemani oik. Dengan matanya yang ramah, senyumnya yang spontan, dan mata hitamnya yang gemerlap, ia tampak sesegar dan secantik bunga-bunga dikebunnya.
               Begitu tiba dikebunnya, oik berseru, “bumble!” seekor lebah besar segera meluncur dari antara bunga-bunga dan terbang menghampirinya. Lebah itu berwarna kuning, bulat, dan berbulu. Sebenarnya dia bukan binatang peliharaan oik. Hanya saja, suatu hari ia muncul dikebun dan tidak pergi-pergi lagi. Keduanya segera bersahabat.
               Bumble selalu mengikuti oik sementara peri ini mengurus tanamannya. Oik menyirami tanaman-tanaman itu dan memeriksa daun-daunnya, kalau-kalau ada bintik-bintiknya. Hari itu oik melihat beberapa tanaman daffodilnya roboh ditiup angin. Ia mengikat dan menggabungkan beberapa dahan agar tanaman itu tegak dan kuat lagi.
               Setelah selesai memeriksa kebunnya, oik berbaring diatas lumut lembut untuk menatap rumput tumbuh. Mungkin kedengarannya membosankan, tapi baginya kegiatan ini sama menyenangkannya dengan menonton balap terbang kupu-kupu ( hobi para peri ). Oik yakin helai-helai rumputnya tumbuh lebih cepat bila ia memerhatikan mereka.
               Sayangnya bagi oik, ia satu-satunya peri di pixie hollow yang memiliki hobi ini. Bila peri lain melihatnya berbaring di rumput, mereka mengira ia tidak mengerjakan apa-apa. Sering kali, mereka mulai mengajaknya ngobrol. Ini membuat oik kesal karena konsentrasinya terganggu.
               Pagi itu oik lagi-lagi mendapat gangguan. Bumble sedang berterbangan diatas tanaman buttercup di salah satu sudut kebun, dan oik berbaring tak jauh dari situ, menyaksikan balap ( yang sangat pelan ) antara dua batang rumput. Salah satunya hampir menang, dan oik menyemangati yang lain untuk menyusul. Tiba-tiba didengarnya suara nyaring, “wah, alangkah lucunya!”
               Oik tidak bergerak, hanya memejamkan matanya. Ia berharap siapa pun yang menganggunya itu akan mengira ia sedang tidur dan segera pergi.
“kataku, alangkah lucunya!” suara itu terdengar semakin nyaring
               Oik mengeluh dan membuka matanya. Seorang peri berambut ikal berdiri disisinya.
“halo, keke,” kata oik sambil bangkit dan duduk. “apa yang lucu?”
“lihat saja buttercupmu.”
               Oik melihat. Tidak ada yang lucu.
“itu buttercup terbesar yang pernah kulihat!” seru keke. “seharusnya kau beri mereka nama butterbowl. Habis ukurannya sebesar mangkuk.” Ia tertawa geli mendengar gurauannya sendiri.
               Oik tersenyum sopan. “mereka kelihatan bahagia,” jawabnya. Oik tidak peduli tanamannya besar atau kecil, asal mereka bahagia. Itu sebabnya tanaman-tanaman di kebunnya tumbuh begitu subur, ia selalu berusaha agar semuanya puas.
“tentu saja, buttercup-buttercup ini tak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang pernah kutanam,” lanjut keke. “buttercupku sebesar panci sup dan kuning seperti matahari. Kuberitahu kau rahasia yang kudapat dari para tiffen : beri mereka mentega bulan.”
               Oik mengangkat alis, terkejut. Tiffen makhluk bertelinga besar yang kerjanya menanam pisang. Perkebunan mereka tak jauh dari pixie hollow. Oik belum pernah mendengar ada tiffen yang menanam buttercup.
               Tapi memang sih, pikirnya, aku tidak tahu banyak tentang para tiffen. Oik jarang berpergian, hampir seluruh waktunya dihabiskan dikebun.
               Kek mengangguk dengan angkuh. Seperti oik, keke juga peri bakat kebun. Ia pernah memiliki kebun sendiri, tapi itu dulu, dulu sekali. Tak ada yang ingat lagi bagaimana rupa kebunnya.
               Lalu keke mulai menulis buku tentang tanaman. Sekarang ia mengaku sudah terlalu sibuk untuk berkebun. Jadi ia muncul disana-sini dikebun peri lain. Katanya ia sedang mengumpulkan informasi untuk bukunya. Tapi biasanya ia lebih banyak berbicara daripada mendengarkan.
               Oik tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi peri bakat kebun tanpa memiliki kebun. Tentunya menyedihkan sekali.
               Keke hinggap diatas jamur berbintik merah dan membuka sampul bukunya yang terbuat dari kayu brich. Ia membuka-buka halamannya yang terbuat dari daun. Keke membawa buku itu kemana pun ia pergi.
“begini, oik,” ujar keke. “aku datang kesini karena aku cemas tentang tanaman snapdragonmu. Jangan salah paham. Memang tanaman itu sehat dan kuat. Tapi ketika aku datang untuk mengintip kelopaknya beberapa hari yang lalu, salah satu diantaranya mengigitku!”
“namanya juga snapdragon, keke,” kata oik sabar. “memang pada dasarnya mereka galak.”
“aku juga tahu tentang snapdragon, oik,” kata keke. “kau tidak boleh membiarkan mereka jadi liar begitu. Harus dilatih.” Keke terus membolak-balik bukunya. “aku tahu cara yang tepat untuk menjinakkan mereka.” Ia mengetuk-ngetuk halaman buku yang dibukanya.”biar kubacakan untukmu. ‘kesembuhan bagi snapdragon yang galak, oleh keke. Kalau snapdragon anda berperilaku buruk, anda harus mencubit daunnya setiap kali mereka menggigit....’”
               Sementara keke terus membaca, jari kaki oik mulai bergerak-gerak tanda tak sabar. Tiba-tiba saja ia berkata, “sebenarnya, keke, aku harus pergi.”
               Itu tidak benar, dan oik tidak tahu mengapa ia berkata begitu. Ia tahu keke hanya ingin membantu. Tapi mungkin ia jengkel pada keke yang telah menganggu ketenangannya pagi itu. Atau mungkin oik memang suka snapdragonnya bertingkah laku galak. Apapun alasannya, pagi itu oik tidak senang mendengar celoteh keke.
“kau mau kemana? Aku bisa iktu dan menjelaskan sambil jalan,” keke menawarkan.
“oh, tapi...aku akan mencari pakis. Pakis possum,” kata oik cepat-cepat. Semua peri tahu, tak mungkin mencari pakis sambil berbicara. Pakis sangat pemalu dan akan bergelung bila mendengar suara.
“oh. Kalau begitu baiklah. Lain kali saja.” Keke membersit hidungnya di saputangan daun. Ia tampak kecewa, dan oik menyesal. Ia menyasal telah berbohong dan mengatakan akan pergi ke hutan. Tapi sudah terlambat untuk menarik kata-katanya kembali.
“ya, lain kali. Sampai jumpa lagi, kek,” kata oik. Ia terbang ke udara menuju taman.
***

               Ketika ia sudah cukup jauh dari kebun, oik mendarat didekat akar pohon ek tua.
               Aku jalan-jalan saja sebentar, pikirnya sambil melangkah dijalan sempit diantara semak-semak. Lalu aku akan kembali. Tentunya saat itu keke telah pindah ke kebun peri lain.
               Kebanyakan peri tidak berani masuk hutan sendirian karena takut pada ular, burung hantu, dan elang. Mereka juga hampir tidak pernah berjalan kaki kecuali jika sayap mereka terlalu basah untuk terbang. Tapi oik pemberani, lagi pula, ia suka berjalan. Ia merasa dirinya lebih dekat dengan tanaman bila kakinya menjajak tanah.
               Oik menelusuri jalan setapak di hutan sambil berjaga-jaga terhadap ular. Jauh di atasnya, angin bertiup dan membuat daun-daun bergemerisik. Oik membuka sepatunya. Ia senang merasakan tanah yang lembap di antara jari-jari kakinya.
               Lalu ia melihat sesuatu yang bergelung pada dasar batu. Itu tanaman berwarna hijau keperakan dengan daun-daun beledu yang bergelung ketat. Oik tersenyum.
“pakis possum!” bisiknya. Ternyata ia benar-benar menemukannya! Sambil menahan napas, pelan-pelan oik merangkak mendekati tanaman langka itu agar bisa menatapnya lebih dekat lagi.
               Tiba-tiba, ada yang jatuh melalui daun-daun diatas kepalanya. Oik kaget dan terbang mencari perlindungan diantara akar-akar pohon. Elangkah itu yang bermaksud menyambarnya? Dengan gemetar, ia mengintip dari balik akar dan melempar pandang ke seluruh hutan.
               Tapi tidak ada tanda-tanda munculnya elang. Hutan itu tenang dan sepi. Oik mengarahkan tatapannya ke pakis possum dan melihat daun-daunnya telah lurus dan berubah warna jadi coklat.  Pakis itu juga mendengar bunyi gemerisik tersebut dan berpura-pura mati
               Lalu oik melihat sesuatu yang membuatnya terkejut lagi. Ditempat tadi ia berdiri, tergeletak sebuah benih yang aneh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar