16 November 2007
Assalamu’alaikum....
Hariiii....!!!
Halo Har!
Ini aku!
Ini HUT setengah abad ayah. Tau gak, aku diberi apa? Handphone! Buat orang diluar rumah keluargaku, pasti hal itu dianggap kecil. Beneran Har!
Iklan : “hare geneee... ga punya henpon?” ga kena buat ayah. “kalau tidak fungsional, tidak produktif, dan tidak menambah manfaat, apalagi kalau Cuma nambah pengeluaran, tidak perlu handphone! Mubadzir. Dosa!”
Begitu Har, argumen ayah. Selalu. Termasuk dulu waktu mama minta izin ayah untuk beli handphone. Bukannya ayah gaptek atau gak gaul. Ayah tuh wartawan senior di majalah teknologi informasi, sampai hari ini memang gak punya HP karena sebagian besar waktunya dikantor dan dirumah.
“untuk apa ada telefon kantor dan telefon rumah kalau masih harus pakai HP segala?” argumen ayah. Selalu. Serius. Benar. Dalam hal apa saja, bukan semata anggarannya, terutama pada niatnya: sebagai kebutuhan atau keinginan?
Tau kan bedanya, Har?
Gw sampai apal jawaban ayah soal itu. Mau jawaban panjang atau pendek, Har?
Hehe! JJJ
“kebutuhan itu kalau tidak dipenuh, kita mati. Diluar itu, namanya keinginan! Nah, kalau yang namanya keinginan, meskipun sudah punya dua gunung emas pasti masih akan punya keinginan lagi untuk memiliki gunung emas yang ketiga, keempat, dan seterusnya.”
Itu hadis popular Har, yang kalimatnya disederhanakan ayah. Aku tahu karena aku kan lulusan play group dan TKI al-azhar kemang, serta SD di Madrasah Ibtidaiyah Negri ( MIN ), SMP di Madrasah Tsanawiyah Negri (MTsN), ( Ceritanya ) dan sekarang aku semester satu SMA di Madrasah Aliah Negri ( MAN). Semuanya sekolah unggulan di pondok pinang, jakarta selata.
Jangan salah ya, Har.
J J
Bahkan Har, bagi ayah, makan rutin walau di batas seadanya, masih dapat termasuk keinginan. Makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Atau, isi perutmu sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara, oleh ayah masih dianggap sebagai orang yang baru belajar syariat.
“orang yang tahu hakikat, dia makan hanya untuk menegakkan tulang punggungnya. Hanya agar dapat bekerja, berjalan, dan rukuk-sujud dalam salat. Rasulullah tidak pernah tiga hari berturut-turut dalam keadaan kenyang.”
Waduh, Har!
L L L
Itu bukan Cuma diucapkan Har. Dalam meneladani Rasulullah, perut ayah memang tidak pernah mendahului dadanya. Makan ayah dimana pun paling sebanyak “nasi kucing” atau satu dua potong goreng singkokng, paling banyak dua kali sehari.
Makanya waktu ayah harus operassi usus buntu, dokter bilang ayah kekurangan gizi, alias kekurangan makanan. Dan, ketika hal itu disampaikan kepada mama, dan dikomentari saudara-saudara ayah sebagai “kesalahan” mama, walau konteksnya bercanda.
Tentu saja mama marah-marah. “enak aja! Gw masakin dia tiap hari dua kali. Nggak pernah disentuh, gak dimakan. Paling diicin satu- dua sendok. Sekarang biar dia tahu, sehat itu perlu makan....!” JLJ
Mendengar hal itu ayah Cuma mesam mesem.
JJJ
“bosan kali yang masak eh, masakannya, itu-itu saja. Dia pengen ganti yang lain....,” komentar saudara-saudar ayah
“bodo ah! Dia punya tuhan, tau mana yang hak dan yang bukan haknya...” kilah mama sewot. Ntah kenapa. Tapi, semua orang, termasuk ayah, tertawa. Padahal, semua orang yang kenal mama, tahu persis, masakan mama kalau mau buka kafe atau resto pasti laris. Karena uenak-nya. Bener Har. Iya kan, mam? JJ
Eh, kok jadi ngelantur. J
Tau ga Har, bagaimana akhirnya mama dapat izin punya HP?
Syarat dapat izin ayah untuk keperluan apa pun, agar tidak mubadzir, kita haru spunya alasan rasional. Minimal tiga. Lebih banyak alasan masuk akal lebih cepat izin turun. Seru gak Har? Ayah adalah orang yang kritis dan rationalist. Tahu kenapa?
“karena, hanya orang berpikir yang punya alasan atau argumen sebelum dia bicara,” kata ayah. Kalau dipikir-pikir, emang iya-ya Har. Kalau ga mikir pasti asal njeplak, asal usul.
“itu beda orang terpelajar dengan yang tidak terpelajar. Kesalahan orang itu tercermin dari akhlaknya.” Itu kalimat kunci ayah
Setelah beberapa hari berpikir, mama akhirnya mampu menyodorkan lebih dari tiga alasan. Pertama: ribet alias repot kalau harus ke wartel atau ke telefon hanya untuk ngecek pembantu: anak-anak sudah pulang, sudah makan atau belum. Padahal, kalau mama pulang ngajar matematika, jalanan sudah muacet.
Alasan ke-2, ke-3, dan seterusnya, menjadi mudah. Artinya, punya HP bagi mama jadi rasional karena lebih banyak manfaatnya; apalagi dengan efisiensi biaya dan waktu yang signifikan. Ayah setuju. Ya iya-lah, wong beli HP dan biaya pulsanya di tanggung dari uang mama sendiri. JJ